✔ Konsep Pembelajaran Kontekstual

A.  Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Proses pembelajaran kontekstual beraksentuasi pada pemrosesan informasi, idnividualisasi, dan interkasi sosial. Pemrosesan isu menyatakan bahwa siswa mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun seni manajemen berkaitan dengan isu tersebut. Inti pemrosesan isu yaitu proses memori dan berpikir.
Menurut Susdiyanto, Saat, dan Ahmad (2009: 27), pembelajaran kontekstual yaitu proses pembelajaran yang bertolak dari proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, dalam arti bahwa apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, sehingga pengetahuan yang akan diperoleh siswa yaitu pengetahuan yang utuh yang mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penciptaan semirip mungkin dengan situasi “dunia nyata”. Melalui pembelajaran kontekstual sanggup membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata, sehingga sanggup membantu siswa untuk memahami materi pelajaran. Sehubungan dengan itu, Suprijono (2011: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia kasatmata dan mendorong siswa membuat kekerabatan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini sanggup dimengerti bahwa pembelajaran kontekstual yaitu seni manajemen yang dipakai guru untuk memberikan materi pelajaran melalui proses menunjukkan santunan kepada siswa dalam memahami makna materi pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Senada dengan itu, Sumiati dan Asra (2009: 14) mengemukakan pembelajaran kontekstual merupakan upaya guru untuk membantu siswa memahami relevansi materi pembelajaran yang dipelajarinya, yakni dengan melaksanakan suatu pendekatan yang menunjukkan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di kelas. Selanjutnya, pembelajaran kontekstual terfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa, dan juga pemahaman kontekstual siswa perihal kekerabatan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan dunia nyata. Pembelajaran akan bermakna jikalau guru lebih menekankan biar siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan kasatmata di mana isi pelajaran akan digunakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas sanggup dipahami bahwa pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa mencar ilmu menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan memakai banyak sekali sumber belajar.

B.  Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai beberapa prinsip dasar. Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran kontekstual berdasarkan Suprijono (2011: 80-81) yaitu sebagai berikut. Pertama; saling ketergantungan, artinya prinsip ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini merupakan suatu sistem. Lingkungan mencar ilmu merupakan sistem yang mengitegrasikan banyak sekali komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional. Kedua; diferensiasi, yakni merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari realitas kehidupan di sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong berpikir kritis siswa untuk menemukan kekerabatan di antara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Siswa sanggup memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat. Ketiga; pengaturan diri, artinya prinsip ini mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan langsung mereka, siswa terlibat dalam aktivitas yang mengandung prinsip pengaturan diri.
Selanjutnya, Sumiati dan Asra (2009: 18) menjelaskan secara rinci prinsip pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) menekankan pada pemecaham masalah; (2) mengenal aktivitas mengajar terjadi pada banyak sekali konteks menyerupai rumah, masyarakat, dan kawasan kerja; (3) mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali; (4) menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa; (5) mendorong siswa mencar ilmu satu dengan lainnya dan mencar ilmu bersama-sama; dan (6) memakai penilaian otentik.
Lain halnya dengan Nurhadi, ia mengemukakan prinsip-prinsip pembelajara kontekstual yang perlu diperhatikan guru, yakni: (1) merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran mental sosial, (2) membentuk kelompok yang saling bergantung, (3) menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mandiri, (4) mempertimbangkan keragaman siswa, (5) mempertimbangkan multi intelegensi siswa, (6) memakai teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi, (7) menerapkan penilaian autentik (dalam https://plasmajihan.blogspot.com/search?q=).
 Merujuk pada prinsip-prinsip di atas, maka pembelajaran kontekstual berorientasi pada upaya membantu siswa untuk menguasai tiga hal, yakni: (1) pengetahuan, yaitu apa yang ada di pikirannya membentuk konsep, definisi, teori, dan fakta; (2) kompetensi atau keterampilan, yaitu kemampuan yang dimiliki untuk bertindak atau sesuatu yang sanggup dilakukan; dan (3) pemahaman kontekstual, yaitu mengetahui waktu dan cara bagaiman memakai pengetahuan dan keahlian dalam situasi kehidupan nyata.

C.  Komponen Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, ada beberapa komponen utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen itu merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dalam pembelajaran kontekstul. Komponen-komponen dimaksud yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat mencar ilmu (learning community), permodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebetulnya (authentic assessment). (Nurhadi dalam Sagala, 2009: 88-91; Suprijono, 2011: 85).
1)      Konstruktivisme; yakni berbagi pemikiran siswa akan mencar ilmu lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau keterampilan barunya. Sumiati dan Asra (2009: 15) mengemukakan lima elemen mencar ilmu konstruktivisme, yaitu: (a) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiating knowledge), (b) perolehan pengetahuan gres (acquiring knowledge), (c) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), (d) mempraktekkan pengetahuan (applyng knowledge), dan (e) melaksanakan refleksi terhadap seni manajemen pengembangan pengetahuan tersebut (reflecting knowledge).
2)      Bertanya; yakni berbagi sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Melalui proses bertanya, siswa akan bisa menjadi pemikir yang handal dan mandiri. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, aktivitas bertanya berkhasiat untuk: (a) menggali informasi, baik manajemen maupun akademik; (b) mengecek pemahaman siswa; (c) membangkitkan respon pada siswa; (d) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (e) mengetahui hal-hala yang sudah diketahui siswa; (f) memfokuskan pengetahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (g) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (h) menyegarkan kembali pengetahuan siswa. (Sagala, 2009: 88).
3)      Menemukan; merupakan bab inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diperlukan bukan hanya hasil megingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
4)      Masyarakat belajar; yaitu membuat masyarakat mencar ilmu (belajar daam kelompok). Hasil mencar ilmu diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5)      Permodelan; menghadirkan model sebagai teladan pembelajaran. Dengan adanya model, siswa akan lebih gampang menggandakan apa yang dimodelkan. Pemodel tidak hanya orang lain, guru atau siswa yang lebih mahir sanggup bertindak sebagai model.
6)      Refleksi; dilakukan pada selesai pembelajaran. Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, mengorganisir kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi kembali hal-hal yang telah dipelajari.
7)      Penilaian sebenarnya; yaitu upaya pengumpulan banyak sekali data yang bisa menunjukkan citra perkembangan mencar ilmu siswa. Data dikumpulkan dari aktivitas kasatmata yang dikerjakan siswa pada dikala melaksanakan pembelajaran. Hal-hal yang bisa dipakai sebagai dasar menilai prestasi siswa yaitu proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis (Riyanto, 2010: 176).

D.  Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Sebuah kelas dikatakan memakai pendekatan pembelajaran kontekstual jikalau menerapkan komponen utama pembelajaran efektif menyerupai yang diuraikan di muka. Oleh alasannya yaitu itu, seorang guru perlu mengetahui dan memahami penerapan pembelajara kontekstual itu sendiri. Sagala (2009: 92) dan Riyanto (2010: 168-169) menguraikan langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut: (1) berbagi pemikiran bahwa siswa akan mencar ilmu lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) melaksanakan sejauh mungkin aktivitas inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) berbagi perilaku ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) membuat masyarakat belajar; (5) menghadirkan model sebagai teladan pembelajaran; (6) melaksanakan refleksi di selesai pertemuan; (7) dan melaksanakan penilaian yang sebetulnya dengan banyak sekali cara.
Di sisi lain, berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD), penerapan seni manajemen pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut: (1) Relating, mencar ilmu dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu siswa biar yang dipelajari bermakna; (2) Experiencing, mencar ilmu yaitu aktivitas “mengalami”, siswa berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melaksanakan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan membuat hal gres dari apa yang dipelajarinya; (3) Applyng, mencar ilmu menekankan pada proses pendemonstrasian pengetahuan yang dimiliki dalam kenteks dan pemanfaatannya; (4) Cooperating, mencar ilmu merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui mencar ilmu berkelompok, komunikasi interpersonal, atau kekerabatan intersubjektif; dan (5) Transferring, mencar ilmu menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks gres (Suprijono, 2011: 84).

DAFTAR PUSTAKA
  1. Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran, Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Impelementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. (Cet. II). Jakarta: Kencana.
  2. Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Cet. VII). Bandung: Alfabeta.
  3. Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
  4. Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Cet. V). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  5. Susdiyanto, Saat, dan Ahmad. 2009. Strategi Pembelajaran. (Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Makassar: Panitia Sertfikasi Guru Agama Rayon LPTK Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar.
  6. http://dirman-djahura.blogspot.com/

Belum ada Komentar untuk "✔ Konsep Pembelajaran Kontekstual"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel