✔ Pengertian Budaya Dan Iklim Sekolah
Pengertian Budaya dan Iklim Sekolah - . Bahasan ini terdiri dari Budaya Sekolah dan Iklim Sekolah, yaitu:
1. Budaya Sekolah
Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Namun pengertian yang semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993). Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya berdasarkan Montago dan Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary mendefinisikan kebudayaan secara formal, “sebagai suatu keseluruhan dari teladan sikap yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran insan dari suatu kelompok manusia”. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya insan dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri insan dengan cara belajar”. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud yaitu:
Dalam lingkup tatanan dan teladan yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan mempunyai dimensi yang sanggup di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti:
Dari sekian karakteristik yang ada, sanggup dikatakan bahwa budaya sekolah bukan hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga merupakan cerminan kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh sikap individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah.
Budaya sekolah yaitu nilai-nilai lebih banyak didominasi yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, ibarat cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta perkiraan atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai sikap alami, yang dibuat oleh lingkungan yang membuat pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jikalau perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Setiap sekolah mempunyai kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan budaya dan iklim suatu sekolah. Kaprikornus kiprah kepala sekolah pada dasarnya harus sanggup membuat budaya bagaimana orang berguru dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar.
Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai hukum yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas berdasarkan kata hati alasannya yaitu didukung oleh iklim lingkungan yang membuat kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih
2. Iklim Sekolah
Secara konseptual, iklim lingkungan atau suasana di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, etos, suasana batin, setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim pada cuaca, iklim lingkungan di sekolah sanggup dilihat dari faktor ibarat kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan lingkungan pembelajaran di kelas.
Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir mempunyai makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987) merumuskan pengertian iklim sekolah sebagai persepsi guru terhadap lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim sebagai relasi antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah.
Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah sanggup mengakibatkan sekolah lebih efektif dalam memperlihatkan proses pembelajaran yang lebih baik.
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu sekolah memperlihatkan bantuan yang signifikan terhadapan proses kegiatan berguru mengajar yang efektif. Ia memperlihatkan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang aman mengakibatkan seluruh anggota sekolah melaksanakan kiprah dan kiprah mereka secara optimal. Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda memperlihatkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap perjuangan guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melaksanakan relasi yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan berguru siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laris yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi persoalan yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang memilih prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut yaitu tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap harapan guru, serta relasi yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan sanggup meningkatkan prestasi akademik siswa.
Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, sasaran akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas yaitu sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga memperlihatkan relasi antara iklim lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara pribadi maupun tidak langsung, iklim lingkungan sekolah memberi imbas terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah.
1. Budaya Sekolah
Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Namun pengertian yang semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993). Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya berdasarkan Montago dan Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary mendefinisikan kebudayaan secara formal, “sebagai suatu keseluruhan dari teladan sikap yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran insan dari suatu kelompok manusia”. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya insan dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri insan dengan cara belajar”. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud yaitu:
- a. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain;
- b. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas kegiatan kelakuan berpola dari insan dalam masyarakat dan;
- c. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Dalam lingkup tatanan dan teladan yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan mempunyai dimensi yang sanggup di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti:
- a. Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga atau personil sekolah, komite sekolah dan lainnya dalam berinisiatif.
- b. Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
- c. Sejauh mana sekolah membuat dengan terang visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya.
- d. Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
- e. Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi warta yang jelas, proteksi serta dukungan terhadap personil sekolah.
- f. Jumlah pengaturan dan pengawasan pribadi yang dipakai untuk mengawasi dan mengendalikan sikap personil sekolah.
- g. Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya secara keseluruhan dengan sekolah ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional.
- h. Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria prestasi.
- i. Sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
- j. Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarki yang formal (diadopsi dari karakteristik umum ibarat yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins).
Dari sekian karakteristik yang ada, sanggup dikatakan bahwa budaya sekolah bukan hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga merupakan cerminan kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh sikap individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah.
Budaya sekolah yaitu nilai-nilai lebih banyak didominasi yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, ibarat cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta perkiraan atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai sikap alami, yang dibuat oleh lingkungan yang membuat pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jikalau perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Setiap sekolah mempunyai kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan budaya dan iklim suatu sekolah. Kaprikornus kiprah kepala sekolah pada dasarnya harus sanggup membuat budaya bagaimana orang berguru dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar.
Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai hukum yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas berdasarkan kata hati alasannya yaitu didukung oleh iklim lingkungan yang membuat kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih
2. Iklim Sekolah
Secara konseptual, iklim lingkungan atau suasana di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, etos, suasana batin, setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim pada cuaca, iklim lingkungan di sekolah sanggup dilihat dari faktor ibarat kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan lingkungan pembelajaran di kelas.
Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir mempunyai makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987) merumuskan pengertian iklim sekolah sebagai persepsi guru terhadap lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim sebagai relasi antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah.
Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah sanggup mengakibatkan sekolah lebih efektif dalam memperlihatkan proses pembelajaran yang lebih baik.
Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu sekolah memperlihatkan bantuan yang signifikan terhadapan proses kegiatan berguru mengajar yang efektif. Ia memperlihatkan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang aman mengakibatkan seluruh anggota sekolah melaksanakan kiprah dan kiprah mereka secara optimal. Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda memperlihatkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap perjuangan guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melaksanakan relasi yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan berguru siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laris yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi persoalan yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang memilih prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut yaitu tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap harapan guru, serta relasi yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan sanggup meningkatkan prestasi akademik siswa.
Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, sasaran akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas yaitu sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga memperlihatkan relasi antara iklim lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara pribadi maupun tidak langsung, iklim lingkungan sekolah memberi imbas terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah.
Belum ada Komentar untuk "✔ Pengertian Budaya Dan Iklim Sekolah"
Posting Komentar