✔ Cara Berguru Yang Baik Berdasarkan Rudolf Pintner

Cara Belajar yang Baik Menurut Rudolf Pintner - .  Menurut Rudolf Pintner (Purwanto, 2011 : 113), cara mencar ilmu yang baik yaitu :

a.    Membaca dengan metode keseluruhan kepada bagian
Di dalam mempelajari sesuatu kita harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian gres mendetail kepada bagian-bagiannya. Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku, mula-mula kita perhatikan terlebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-babnya dan subbab tertentu yang kita anggap penting atau yang merupakan inti pokok buku tersebut. Metode ini berasal dari pendapat psikologi Gestalt.

b.    Metode keseluruhan lawan bagian
Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya tidak terlalu luas, sempurna dipergunakan metode keseluruhan ibarat menghafal syair, membaca buku dongeng pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu dan sebagainya. Untuk bahan-bahan yang bersifat nonverbal, ibarat keterampilan mengetik, menulis, dan sebaginya lebih sempurna dipakai metode bagian.

c.    Metode adonan antara keseluruhan dan bagian
Metode ini baik dipakai untuk bahan-bahan pelajaran yang skopnya sangat luas atau yang sukar-sukar ibarat contohnya tata buku, akunting dan materi kuliah lain pada umumnya.

d.    Metode resitasi
 Resitasi dalam hal ini berarti mengulangi atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah dipelajari. Metode ini sanggup dipakai untuk semua materi pelajaran yang bersifat ekspresi maupun non verbal. Di dalam mata kuliah Metedologi Pengajaran metode resitasi ini disebut “metode santunan tugas”. Yang berarti bahwa santunan kiprah itu bermaksud semoga siswa diharuskan mengulangi pelajaran yang telah dipelajari atau diajarkan.

e.    Jangka waktu belajar
Dari hasil-hasil eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode) mencar ilmu yang produktif ibarat menghafal, mengetik, mengerjakan soal hitungan dan sebagainya yaitu antara 20-30 menit. Jangka waktu yang lebih dari 30 menit untuk mencar ilmu yang benar-benar memerlukan konsentrasi perhatian relatif kurang atau tidak produktif.  Jangka waktu tersebut di atas tidak berlaku bagi mata pelajaran yang memerlukan ‘pemanasan’ pada permulaan belajarnya ibarat untuk mencar ilmu sejarah, geografi, ilmu filsafat, dan sebagainya. Di samping itu, kita harus ingat pula bahwa besarnya minat yang ada pada seseorang tehadap suatu pelajaran sanggup memperpanjang jangka waktu belajarnya sehingga mungkin  lebih dari 30 menit. Bahkan pada orang remaja sanggup lebih usang lagi.

f.    Pembagian waktu belajar
Dari aneka macam percobaan telah sanggup dibuktikan, bahwa mencar ilmu yang terus-menerus dalam jangka waktu yang usang tanpa istirahat tidak efesien dan tidak efektif. Oleh lantaran itu, untuk mencar ilmu yang produktif diharapkan adanya pembagian waktu belajar. Dalam hal ini “hukum jost” masih tetap diakui kebenarannya. Menurut aturan jost ihwal belajar, 30 menit 2 kali sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif dari pada sekali mencar ilmu selama 6 jam (360 menit) tanpa berhenti.

g.    Membatasi kelupaan
Bahan pelajaran yang telah kita pelajari sering kali gampang dan lekas dilupakan. Maka untuk jangan hingga lekas lupa atau hilang sama sekali, dalam mencar ilmu perlu adanya “ulangan” atau review pada waktu-waktu tertentu atau sesudah tamat suatu tahap pelajaran di selesaikan. Tujuan review atau ulangan ini ialah untuk meninjau kembali atau mengingatkan materi yang pernah di pelajari. Adanya review ini sangat penting, terutama bagi materi pelajaran yang sangat luas, dan memakan waktu beberapa semester untuk mempelajarinya.

h.    Menghafal
 Metode ini mempunyai kegunaan terutama kalau tujuannya untuk sanggup menguasai serta memproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam jangka waktu yang relatif singkat ibarat contohnya mencar ilmu untuk menghadapi ujian-ujian semester atau ujian akhir. Namun, metode ini sebetulnya kurang baik lantaran kesudahannya lekas dilupakan lagi segera sesudah ujian selesai.

i.    Kecepatan mencar ilmu dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick learning means quick for getting. Di dalamnya terdapat kolerasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu. Hasil-hasil eksperimen yang pernah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti untuk menolak ataupun membenarkan generalisasi tersebut. Untuk materi pelajaran yang kurang mempunyai arti mungkin generalisasi itu sempurna dan benar, akan tetapi untuk materi pelajaran pelajaran tidak sanggup dipastikan kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh adanya majemuk faktor ibarat telah dibicarakan pada uraian-uraian tertentu.

j.    Retroactive inhibition
Kita telah mengetahui dari beberapa teori mencar ilmu yang telah dibicarakan bahwa mencar ilmu merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat asosiasi dan interrelasi antara aneka macam pengalaman yang kemudian membentuk pola-pola pengertian atau pengetahuan yang terorganisasi di dalam diri kita. Asosiasi dan interrelasi itu terjadi lantaran hasilpengulangan-pengulangan yang teratur, lantaran adanya hubungan–hubungan berlanjut di dalam waktu dan ruang, lantaran intensitas stimulasi, lantaran mempunyai korelasi struktual yang logis dan sebagainya.  Retroactive inhibition ini sanggup terjadi baik pada pelajaran-pelajaran yang bersifat ekspresi ibarat sejarah, bahasa, ilmu ekonomi, dan sebagainya, dan sanggup pula terjadi dalam pelajaran-pelajaran nonverbal ibarat mengetik, bermain piano, menjahit, bermain tenis dan sebagainya.

Sumber:
Purwanto, Ngalim. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja  Rosdakarya.

Belum ada Komentar untuk "✔ Cara Berguru Yang Baik Berdasarkan Rudolf Pintner"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel