✔ Administrasi Sebagai Sebuah Proses
Manajemen Sebagai Sebuah Proses - . Manajemen intinya merupakan sebuah proses. Menurut Sergiovanni dan kawan-kawannya (1987) proses manajemen mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengerahan (leading), dan pengawasan (controlling). Menurut Gorton, manajemen itu pada hakikatnya merupakan proses pemecahan masalah, sehingga langkah-langkah manajemen tidak ubahnya sebagaimana langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu:
1. identifikasi masalah
2. diagnosis masalah
3. penetapan tujuan
4. pembuatan keputusan
5. perencanaan
6. pengorganisasian
7. pengkoordinasian
8. pendelegasian
9. penginisian
10. pengkomunikasian
11. kerja dengan kelompok-kelompok
12. penilaian
Sekilas, secara kuantitatif apa yang dikemukakan oleh Sergiovanni dan kawan-kawannya perihal langkah-langkah manajemen berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Gorton. Namun apabila dikaji secara seksama, terutama apabila dikaji hakikat konsepnya, ternyata keduanya sama. Makara walaupun Sergiovanni dan kawan-kawannya mengedepankan hanya empat langkah manajemen, namun secara konseptual keempat langkah manajemen perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, dan pengawasan tersebut sama dengan kedua belas langkah manajemen yang dikemukakan oleh Gorton. Dengan demikian, kedua belas langkah manajemen yang dikedepankan Gorton di atas sanggup disederhanakan menjadi empat langkah manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Kegiatan tersebut merupakan fungsi-fungsi organik manajemen. Artinya kegiatan tersebut, menyerupai perencanaan, pengorganisa¬sian, pengerahan atau kepemimpinan, dan pengawasan tidak boleh tidak harus dilakukan dalam setiap administrasi.
1. Perencanaan
Salah satu fungsi manajemen yakni perencanaan. Program kegiatan apa pun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Perencanaan harus dibentuk dengan sebaik-baiknya. Rencana merupakan pedoman kerja bagi para pelaksana terkait, baik manajer maupun staf dalam melaksanakan fungsi dan kiprah masing-masing. Selain itu planning merupakan acuan dalam upaya mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Oleh alasannya yakni begitu pentingnya perencanaan tersebut, maka seorang manajer harus mempunyai kemampuan merencanakan program. Terkait dengan perencanaan, berikut dikemukakan: (1) definisi perencanaan; (2) ciri-ciri perencanaan yang baik; dan (3) proses perencanaan yang baik.
Perencanaan sanggup didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan semua acara yang akan dilakukan pada masa yang akan tiba dalam rangka mencapai tujuan. Perencanaan merupakan langkah pertama dalam proses manajemen yang harus dilakukan oleh orang-orang yang mengetahui semua unsur organisasi. Keberhasilan perencanaan sangat menunjang keberhasilan kegiatan manajemen secara kese¬luruhan. Oleh alasannya yakni itu, perencanaan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut banyak pakar manajemen, perencanaan yang baik sebagai berikut.
a. Dibuat gotong royong oleh orang-orang yang memahami organisasi dan perencanaan.
b. Disertai dengan rincian yang teliti;
c. Tidak terlepas dari pemikiran pelaksanaan;
d. Terdapat daerah pengambilan resiko;
e. Sederhana, luwes, dan praktis;
f. Didasarkan pada keadaan nyata masa sekarang dan masa depan;
g. Direkomendasi oleh penguasa tertinggi.
Telah ditegaskan bahwa perencanaan merupakan sebuah proses yang memikirkan dan memutuskan kegiatan untuk masa yang akan datang. Oleh alasannya yakni perencanaan merupakan sebuah proses, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menciptakan perencanaan, yaitu:
a. meramalkan masa depan;
b. menganalisis kondisi lembaga;
c. merumuskan tujuan secara operasional;
d. mengumpulkan data atau informasi;
e. menganalisis data atau informasi;
f. merumuskan dan memutuskan alternatif program;
g. memutuskan asumsi pelaksanaan program;
h. menyusun jadwal pelaksanaan program.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokan semua tugas, tanggung jawab, wewenang, dan komponen dalam proses kerjasama sehingga tercipta suatu sistem kerja yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian dilakukan menurut tujuan dan acara kerja sebagaimana dihasilkan dalam perencanaan. Menurut Siagian (1981) pengorganisa¬sian suatu acara sanggup dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi pekerjaan atau kiprah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan.
b. Mengelompokkan pekerjaan atau kiprah yang sama dan memi-liki fungsi yang sama.
c. Memberikan nama tertentu bagi setiap kelompok pekerjaan atau tugas dengan nama yang kurang lebih menggambarkan fungsinya masing-masing.
d. Menentukan orang-orang yang akan ditunjuk menuntaskan setiap kelompok kerja atau tugas. Apabila ada kelompok kerja atau kiprah tertentu harus dikerjakan oleh lebih dari satu orang, maka salah satu di antara mereka perlu ditun¬juk sebagai penanggung jawabnya (pendistribusian kiprah dan tanggung jawab).
e. Mendistribusikan akomodasi atau peralatan yang diharapkan untuk menuntaskan pekerjaan
f. Menetapkan aturan kerja
g. Menetapkan korelasi kerja
3. Komponen-komponen organisasi kepala sekolah
Berdasarkan hakikat dan tugas-tugas pengorganisasian di atas, maka seorang kepala sekolah dasar perlu mempunyai kompetensi-kompetensi sebagai berikut.
a. Menguasai konsep dasar dan teori organisasi.
1) Memahami konsep dasar organisasi, yang menjadi landasan dalam penyusunan organisasi sekolah.
2) Mengidentifikasi unsur-unsur organisasi sekolah.
3) Menguasai kebijakan dan teori-teori dasar organisasi.
4) Memahami prinsip-prinsip dasar, fungsi, dan laba organisasi.
5) Memahami teori korelasi kerja dan batas kemampuan pengawasan dalam organisasi.
b. Menguasai teknik pengorganisasian.
1) Memahami teknik pengorganisasian sebagai proses.
2) Memahami dasar penyusunan struktur organisasi.
3) Menerapkan langkah-langkah pengorganisasian kegiatan sekolah baik melalui ragam organisasi formal maupun informal.
4) Memahami dan menerapkan bentuk-bentuk pengorganisasian secara proporsional.
5) Mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan sekolah menurut model struktur organisasi yang relevan.
6) Mengembangkan deskripsi kiprah pokok dan fungsi setiap unit kerja yang ada di sekolah sesuai dengan pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang baik.
7) Mengembangkan standar operasional mekanisme pelaksanaan kiprah menurut langkah-langkah operasional pengorganisasian yang baik.
8) Mengenal dan memahami bentuk struktur organisasi di lingkungan Depdiknas dan sekolah.
c. Menguasai kemampuan sebagai organisator.
1) Memahami kecenderungan dan kebijakan pendidikan nasional dalam pengorganisasian sekolah.
2) Memahami fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi.
3) Memahami sikap anggota dalam organisasi sekolah.
4) Menguasai kemampuan penempatan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan prinsip-prinsip pembentukan kelompok kerja dan tim yang efektif dan sempurna persebaran.
5) Menerapkan seni manajemen peningkatan efektivitas kelompok.
6) Melaksanakan proses pengambilan keputusan secara efektif.
7) Menerapkan model-model pengambilan keputusan dalam proses pemecahan masalah.
8) Menerapkan ketrampilan-ketrampilan dasart berkomunikasi sebagai pemimpin organisasi di sekolah.
4. Kepemimpinan
Keberhasilan suatu institusi dalam menjalankan acara yang telah direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah kepemimpinan yang efektif. Segenap sumber daya yang ada harus dikerahkan sedemikian rupa. Semua sumber daya insan perlu dikerahkan secara efektif. Kehadiran kepemimpinan sangat esensial, mengingat kepemimpinan merupakan motor penggagas bagi sumber daya yang dimiliki lembaga. Karena itu, kepemimpinan disebut sebagai fungsi organik dalam proses manajemen. Terkait dengan kepemimpinan tersebut berikut dikemukakan: (1) definisi kepemimpinan; (2) jenis kepemimpinan; dan (3) syarat-syarat untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Secara sederhana kepemimpinan sanggup didefinisikan sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja biar berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hakikat kepemimpinan yakni kegiatan seseorang menggerakkan orang lain, biar orang lain itu berkenan melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam rangka memperoleh citra yang sederhana perihal kepemimpinan, perlu didistribusikan berikut ini dengan pengalaman praktis, yang pernah dirasakan di dalam proses kehidupan kelompok. Proses kepemimpinan seseorang sanggup muncul dalam bentuk perjuangan mempengaruhi orang lain biar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Marilah kita amati di lingkungan sekolah dasar, kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru kelas, guru mata Pendidikan Agama atau guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, pesuruh sekolah. Agar mereka mau melaksanakan tugasnya masing-masing demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi dan ilustrasi kepemimpinan tersebut, proses kepemimpinan pada hakikatnya sanggup muncul kapan dan dimanapun, apabila ada unsur-unsur :
a) orang yang memimpin.
b) orang-orang yang dipimpin.
c) kegiatan atau tindakan penggerakkan untuk mencapai tujuan.
d) tujuan yang ingin dicapai bersama.
Sepanjang sejarah perkembangan teori kepemimpinan, ditemukan banyak jenis kepemimpinan, tergantung dari mana memandangnya. Pertama, bilamana ditinjau dari status hukum, maka dua jenis kemimpinan, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Seseorang yang secara resmi diberi kiprah dan tanggung jawab sebagai pemimpin disebut pemimpin formal atau pemimpin resmi (formal leader atau structural leader). Seseorang yang secara resmi tidak ditunjuk sebagai pemimpin, namun dalam kesehariannya ia selalu bisa mendorong, memotivasi, atau menggerakkan orang lain, maka orang tersebut dinamakan pemimpin tidak resmi atau pemimpin informal (informal leader atau functional leader). Orang-orang yang digerakkan atau didorong berarti orang-orang yang dipimpin.
Ditinjau dari karakteristik pemimpin, lahir tiga jenis kepemimpinan, yaitu kepemimpinan simbolik, kepemimpinan formal, dan kepemimpinan fungsional. Pemimpin simbolik yakni pemimpin yang ramah, jujur, bersemangat, kreatif, tabah, bijaksana, cerdas, humoris, lemah-lembut. Pemimpin formal yakni pemimpin yang mempunyai posisi, gelar, jabatan, puncak hierarki, kuasa. Sedangkan pemimpin fungsional yakni pemimpin yang lahir dari peranan, fungsi dan kemanfaatannya bagi kelompok.
Sedangkan ditinjau dari tipenya, kepemimpinan sanggup dibagi menjadi empat tipe, yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpin laizess-fire, kepemimpinan demokratis; dan kepemimpinan pseudo-demokratis. Kepemimpinan absolut diwarnai dengan serba tergantungan kepada pemimpin. Kepemimpinan leizess-faire yakni kepemimpinan yang semuanya bergantung bawahan; kepemimpinan demokratis diwarnai dengan tindakan kerjasama pemimpin dan bawahan. Sedangkan kepemimpinan pseudodemokratis merupakan kepemimpinan yang secara supervisial tampak, namun sebetulnya absolut atau demi kepentingan kelompok kecil/klik; semu, manipulatif.
Telah ditegaskan di muka bahwa kepemimpinan merupakan fungsi organik dalam proses manajemen. Konsekuensinya, siapapun yang menjadi pemimpin harus memenuhi syarat-syarat kepemimpinan, baik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a) Seorang pemimpin harus sanggup mempunyai sifat-sifat langsung yang terpuji, antara lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, dan mempunyai kepekaan sosial yang tinggi, mendapatkan pendapat orang lain.
b) Seorang pemimpin harus sanggup memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi, kondisi, dan agresi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf biar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama.
c) Seorang pemimpin harus mempunyai keterampilan dalam bidang yang dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan. Dengan keterampilan tersebut diharapkan pemimpin sanggup membantu stafnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
5. Pengawasan
Pengawasan merupakan istilah yang cukup populer. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Fungsi tersebut mutlak harus dilakukan dalam setiap organisasi atau lembaga. Ketidakmampuan atau kelalaian melaksanakan fungsi tersebut sangat mempengaruhi pencapaian tujuan lembaga. Dalam hubungannya dengan pengawasan dalam manajemen, berikut dikemukakan: (1) definisi pengawasan; (2) perspektif pengawasan; (3) pentingnya pengawasan; (4) prinsip-prinsip pengawasan yang baik; dan (5) proses pengawasan yang baik.
Kimbrough dan Nunnery (1983) mengartikan pengawasan sebagai proses memonitor kegiatan-kegiatan. Tujuannya untuk memilih harapan-harapan yang secara nyata dicapai dan melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Harapan-harapan yang dimaksud tersebut yakni tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dan program-program yang telah direncanakan untuk dilakukan dalam periode tertentu. Dengan demikian, pengawasan dalam konteks pendidikan itu merupakan proses memonitor kegiatan-kegiatan untuk mengetahui program-program forum pendidikan yang telah diselesaikan dan tujuan-tujuannya yang telah dicapai.
Pengertian di atas menyisyaratkan, bahwa sebelum dilakukan pengawasan pada sebuah forum tertentu perlu terlebih dahulu ditetapkan tujuan-tujuan forum yang ingin dicapai dan program-program forum yang akan dilakukan. Tiada seorang pimpinan forum tertentu sanggup mengadakan pengawasan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya tujuan-tujuan forum yang ditetapkan dan program-program forum yang direncanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun di antara kepala sekolah dasar yang bisa melaksanakan pengawasan terhadap sekolahnya tanpa terlebih dahulu memahami tujuan-tujuan dan program-program kerja sekolahnya. Kimbrough dan Nunnery (1983) menegaskan, bahwa perencanaan acara dan pengawasan organisasi merupakan dua kegiatan manajemen yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Adanya perencanaan yang baik memungkinkan ditetapkannya standar keberhasilan yang baik. Semakin baik perencanaan yang dibentuk maka kemungkinannya semakin baik pula standar keberhasilan yang sanggup ditetapkan. Adanya standar yang baik memungkinkan dilakukannya pengawasan yang baik. Pengawasan yang baik bisa memonitor pelaksanaan program-program organisasi, sehingga apabila terjadi beberapa penyimpangan yang berarti, sanggup segera dilakukan perbaikan seperlunya dan sekaligus masukan bagi perencanaan berikutnya (Robbins, 1984).
Pengertian pengawasan sebagaimana diajukan oleh Kombrough dan Nunnery tersebut di atas sesuai dengan pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Mockler (1972). Pengertian yang dikemukakan oleh Mockler lebih operasional yang memperlihatkan langkah-langkah pengawasan sebagai suatu proses yang sistematis. Menurut Mockler, pengawasan merupakan perjuangan sistematis untuk memutuskan standar menurut tujuan dan perencanaan, merancang sistem umpan balik, membandingkan performansi nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, memutuskan ada atau tidaknya perbedaan antara performansi nyata dan standar, dan melaksanakan perbaikan-perbaikan tertentu untuk menjamin bahwa semua sumber daya dipakai secara efisien dalam mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian, menurut konsepsi yang dikemukakan oleh para hebat tersebut di atas, sanggup dikemukakan bahwa pengawasan itu intinya merupakan pengendalian performansi sebuah lembaga. Tujuan biar performansi forum tersebut tidak menyimpang dari tujuan, program, prosedur-prosedur, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip kelembagaan. Namun tidak berarti bahwa dalam pengawasan itu pimpinan dan atau stafnya tidak memperhatikan kepentingan-kepentingan perorangan anggota lembaganya. Sebab perlu disadari bahwa sebuah forum sebagai suatu sistem sosial itu tidak hanya menyangkut aturan-aturan dan impian forum sebagai unsur institusional, melainkan juga terdiri dari personalitas dan kepentingan perorangan staf forum sebagai unsur individu untuk dikembangkan dan dicapai melalui kerjanya. Pengawasan yang baik itu yakni pengawasan yang bisa mengendalikan performansi organisasi menuju pencapaian tujuan organisasi, dengan tidak mengenyampingkan kepentingan-kepentingan individual anggota organisasi (Pidarta, 1988).
Sementara ini ada dua perspektif teoretik mengenai pengawasan sebagai upaya pemodifikasian performansi seseorang (Wren & Voich, 1984), tetapi dari teori-teori tersebut banyak memperlihatkan pinjaman yang tidak ajek mengenai pengawasan. Pertama yakni perspektif "teori" X. Menurut "teori" X, kebanyakan insan itu kurang mempunyai motivasi dan pasif. Mereka kurang mempunyai tanggung jawab. Tanpa intervensi dari pimpinan, mereka akan pasif, sehingga mereka harus dipimpin, diarahkan dan diawasi. Kedua yakni perspektif "teori" Y. Menurut "teori" Y, pada umumnya insan itu mempunyai motivasi dan tidak pasif. Mereka menyukai tanggungjawab, produktif dan kurang suka diawasi. Tanpa melalui intervensi dari atasannya, mereka tetap masih bisa melaksanakan dan menghasilkan sesuatu yang produktif. Dalam perkataan lain, "teori" X lebih mendukung dan mempercayai pengawasan eksternal sebagai upaya memodifikasi performasi seseorang, sedangkan "teori" Y lebih mendukung pengawasan internal dalam memodifikasi performansi seseorang (Carver & Sergiovanni, 1969).
Paling tidak ada tiga faktor yang menjadikan pengawasan dalam sebuah forum itu penting dan merupakan fungsi esensial dalam pengelolaan pada forum yang bersangkutan. Faktor pertama, terletak pada accountability. Agar semua tenaga atau karyawan pada sebuah forum mengemban kiprah dan tanggung-jawabnya masing-masing, mereka perlu mengetahui secara niscaya apa kiprah dan tanggung-jawabnya, bagaimana performansi mereka akan diukur, dan standar keberhasilan performansi yang dipakai sebagai kriteria di dalam pengukurannya. Pertanggung-jawaban tersebut mustahil terealisasi dengan sungguh-sungguh tanpa adanya suatu sistem pengawasan yang baik.
Faktor kedua, terletak pada rapidity of change. Setiap forum merupakan institusi sosial yang tidak bisa terlepas dari lingkungannya. Seringkali lingkungan tersebut mengalami perubahan-perubahan dengan cepat sekali. Perubahan-perubahan tersebut menghendaki pembiasaan taktik dan seni manajemen dari lembaga. Agar perubahan-perubahan lingkungan bisa dipantau dan pembiasaan taktik dan seni manajemen terhadap perubahan-perubahan itu bisa dilakukan maka perlu adanya sistem pengawasan.
Sebagai faktor ketiga terletak pada complexity today's organization. Setiap forum yang besar dan maju mempunyai program-program yang majemuk untuk mencapai tujuan yang juga besar dan kompleks. Bahkan banyak forum yang membuka cabang-cabangnya di beberapa daerah yang secara geografis terpencar dari pusatnya. Lembaga yang demikian itu menghendaki adanya sebuah sistem pengawasan yang sempurna dan mantap.
Pengawasan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga pengawasan yang intinya dilakukan untuk memantau, mengarahkan, dan membina kinerja, serta tidak dipandang sebagai satu kegiatan yang menakutkan. Karena itu ada prinsip-prinsip yang sebaiknya dipegang teguh, yaitu sebagai berikut: (1) prinsip manajerial; (2) prinsip organisasional; (3) prinsip obyektif dan keterbukaan; (4) prinsip pencegahan dan perbaikan; dan (5) prinsip efisiensi dan fleksibilitas
Walaupun antara ahli-ahli di atas berbeda-beda di dalam mendeskripsikan langkah-langkah pengawasan, namun kesemuanya mempunyai kesamaan makna, bahwa ada empat langkah di dalam melaksanakan pengawasan, yaitu : (1) memutuskan standar performansi, (2) mengukur performansi aktual, (3) membandingkan performansi positif dengan standar performansi yang telah ditetapkan, dan (4) melaksanakan perbaikan performansi apabila ternyata performansi positif tidak sesuai dengan standar.
1. identifikasi masalah
2. diagnosis masalah
3. penetapan tujuan
4. pembuatan keputusan
5. perencanaan
6. pengorganisasian
7. pengkoordinasian
8. pendelegasian
9. penginisian
10. pengkomunikasian
11. kerja dengan kelompok-kelompok
12. penilaian
Sekilas, secara kuantitatif apa yang dikemukakan oleh Sergiovanni dan kawan-kawannya perihal langkah-langkah manajemen berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Gorton. Namun apabila dikaji secara seksama, terutama apabila dikaji hakikat konsepnya, ternyata keduanya sama. Makara walaupun Sergiovanni dan kawan-kawannya mengedepankan hanya empat langkah manajemen, namun secara konseptual keempat langkah manajemen perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, dan pengawasan tersebut sama dengan kedua belas langkah manajemen yang dikemukakan oleh Gorton. Dengan demikian, kedua belas langkah manajemen yang dikedepankan Gorton di atas sanggup disederhanakan menjadi empat langkah manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Kegiatan tersebut merupakan fungsi-fungsi organik manajemen. Artinya kegiatan tersebut, menyerupai perencanaan, pengorganisa¬sian, pengerahan atau kepemimpinan, dan pengawasan tidak boleh tidak harus dilakukan dalam setiap administrasi.
1. Perencanaan
Salah satu fungsi manajemen yakni perencanaan. Program kegiatan apa pun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Perencanaan harus dibentuk dengan sebaik-baiknya. Rencana merupakan pedoman kerja bagi para pelaksana terkait, baik manajer maupun staf dalam melaksanakan fungsi dan kiprah masing-masing. Selain itu planning merupakan acuan dalam upaya mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Oleh alasannya yakni begitu pentingnya perencanaan tersebut, maka seorang manajer harus mempunyai kemampuan merencanakan program. Terkait dengan perencanaan, berikut dikemukakan: (1) definisi perencanaan; (2) ciri-ciri perencanaan yang baik; dan (3) proses perencanaan yang baik.
Perencanaan sanggup didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan semua acara yang akan dilakukan pada masa yang akan tiba dalam rangka mencapai tujuan. Perencanaan merupakan langkah pertama dalam proses manajemen yang harus dilakukan oleh orang-orang yang mengetahui semua unsur organisasi. Keberhasilan perencanaan sangat menunjang keberhasilan kegiatan manajemen secara kese¬luruhan. Oleh alasannya yakni itu, perencanaan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut banyak pakar manajemen, perencanaan yang baik sebagai berikut.
a. Dibuat gotong royong oleh orang-orang yang memahami organisasi dan perencanaan.
b. Disertai dengan rincian yang teliti;
c. Tidak terlepas dari pemikiran pelaksanaan;
d. Terdapat daerah pengambilan resiko;
e. Sederhana, luwes, dan praktis;
f. Didasarkan pada keadaan nyata masa sekarang dan masa depan;
g. Direkomendasi oleh penguasa tertinggi.
Telah ditegaskan bahwa perencanaan merupakan sebuah proses yang memikirkan dan memutuskan kegiatan untuk masa yang akan datang. Oleh alasannya yakni perencanaan merupakan sebuah proses, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menciptakan perencanaan, yaitu:
a. meramalkan masa depan;
b. menganalisis kondisi lembaga;
c. merumuskan tujuan secara operasional;
d. mengumpulkan data atau informasi;
e. menganalisis data atau informasi;
f. merumuskan dan memutuskan alternatif program;
g. memutuskan asumsi pelaksanaan program;
h. menyusun jadwal pelaksanaan program.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokan semua tugas, tanggung jawab, wewenang, dan komponen dalam proses kerjasama sehingga tercipta suatu sistem kerja yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian dilakukan menurut tujuan dan acara kerja sebagaimana dihasilkan dalam perencanaan. Menurut Siagian (1981) pengorganisa¬sian suatu acara sanggup dilakukan melalui mekanisme sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi pekerjaan atau kiprah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan.
b. Mengelompokkan pekerjaan atau kiprah yang sama dan memi-liki fungsi yang sama.
c. Memberikan nama tertentu bagi setiap kelompok pekerjaan atau tugas dengan nama yang kurang lebih menggambarkan fungsinya masing-masing.
d. Menentukan orang-orang yang akan ditunjuk menuntaskan setiap kelompok kerja atau tugas. Apabila ada kelompok kerja atau kiprah tertentu harus dikerjakan oleh lebih dari satu orang, maka salah satu di antara mereka perlu ditun¬juk sebagai penanggung jawabnya (pendistribusian kiprah dan tanggung jawab).
e. Mendistribusikan akomodasi atau peralatan yang diharapkan untuk menuntaskan pekerjaan
f. Menetapkan aturan kerja
g. Menetapkan korelasi kerja
3. Komponen-komponen organisasi kepala sekolah
Berdasarkan hakikat dan tugas-tugas pengorganisasian di atas, maka seorang kepala sekolah dasar perlu mempunyai kompetensi-kompetensi sebagai berikut.
a. Menguasai konsep dasar dan teori organisasi.
1) Memahami konsep dasar organisasi, yang menjadi landasan dalam penyusunan organisasi sekolah.
2) Mengidentifikasi unsur-unsur organisasi sekolah.
3) Menguasai kebijakan dan teori-teori dasar organisasi.
4) Memahami prinsip-prinsip dasar, fungsi, dan laba organisasi.
5) Memahami teori korelasi kerja dan batas kemampuan pengawasan dalam organisasi.
b. Menguasai teknik pengorganisasian.
1) Memahami teknik pengorganisasian sebagai proses.
2) Memahami dasar penyusunan struktur organisasi.
3) Menerapkan langkah-langkah pengorganisasian kegiatan sekolah baik melalui ragam organisasi formal maupun informal.
4) Memahami dan menerapkan bentuk-bentuk pengorganisasian secara proporsional.
5) Mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan sekolah menurut model struktur organisasi yang relevan.
6) Mengembangkan deskripsi kiprah pokok dan fungsi setiap unit kerja yang ada di sekolah sesuai dengan pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang baik.
7) Mengembangkan standar operasional mekanisme pelaksanaan kiprah menurut langkah-langkah operasional pengorganisasian yang baik.
8) Mengenal dan memahami bentuk struktur organisasi di lingkungan Depdiknas dan sekolah.
c. Menguasai kemampuan sebagai organisator.
1) Memahami kecenderungan dan kebijakan pendidikan nasional dalam pengorganisasian sekolah.
2) Memahami fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi.
3) Memahami sikap anggota dalam organisasi sekolah.
4) Menguasai kemampuan penempatan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan prinsip-prinsip pembentukan kelompok kerja dan tim yang efektif dan sempurna persebaran.
5) Menerapkan seni manajemen peningkatan efektivitas kelompok.
6) Melaksanakan proses pengambilan keputusan secara efektif.
7) Menerapkan model-model pengambilan keputusan dalam proses pemecahan masalah.
8) Menerapkan ketrampilan-ketrampilan dasart berkomunikasi sebagai pemimpin organisasi di sekolah.
4. Kepemimpinan
Keberhasilan suatu institusi dalam menjalankan acara yang telah direncanakan atau diorganisasikan perlu didukung dengan sebuah kepemimpinan yang efektif. Segenap sumber daya yang ada harus dikerahkan sedemikian rupa. Semua sumber daya insan perlu dikerahkan secara efektif. Kehadiran kepemimpinan sangat esensial, mengingat kepemimpinan merupakan motor penggagas bagi sumber daya yang dimiliki lembaga. Karena itu, kepemimpinan disebut sebagai fungsi organik dalam proses manajemen. Terkait dengan kepemimpinan tersebut berikut dikemukakan: (1) definisi kepemimpinan; (2) jenis kepemimpinan; dan (3) syarat-syarat untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Secara sederhana kepemimpinan sanggup didefinisikan sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja biar berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hakikat kepemimpinan yakni kegiatan seseorang menggerakkan orang lain, biar orang lain itu berkenan melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam rangka memperoleh citra yang sederhana perihal kepemimpinan, perlu didistribusikan berikut ini dengan pengalaman praktis, yang pernah dirasakan di dalam proses kehidupan kelompok. Proses kepemimpinan seseorang sanggup muncul dalam bentuk perjuangan mempengaruhi orang lain biar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Marilah kita amati di lingkungan sekolah dasar, kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru kelas, guru mata Pendidikan Agama atau guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, pesuruh sekolah. Agar mereka mau melaksanakan tugasnya masing-masing demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi dan ilustrasi kepemimpinan tersebut, proses kepemimpinan pada hakikatnya sanggup muncul kapan dan dimanapun, apabila ada unsur-unsur :
a) orang yang memimpin.
b) orang-orang yang dipimpin.
c) kegiatan atau tindakan penggerakkan untuk mencapai tujuan.
d) tujuan yang ingin dicapai bersama.
Sepanjang sejarah perkembangan teori kepemimpinan, ditemukan banyak jenis kepemimpinan, tergantung dari mana memandangnya. Pertama, bilamana ditinjau dari status hukum, maka dua jenis kemimpinan, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Seseorang yang secara resmi diberi kiprah dan tanggung jawab sebagai pemimpin disebut pemimpin formal atau pemimpin resmi (formal leader atau structural leader). Seseorang yang secara resmi tidak ditunjuk sebagai pemimpin, namun dalam kesehariannya ia selalu bisa mendorong, memotivasi, atau menggerakkan orang lain, maka orang tersebut dinamakan pemimpin tidak resmi atau pemimpin informal (informal leader atau functional leader). Orang-orang yang digerakkan atau didorong berarti orang-orang yang dipimpin.
Ditinjau dari karakteristik pemimpin, lahir tiga jenis kepemimpinan, yaitu kepemimpinan simbolik, kepemimpinan formal, dan kepemimpinan fungsional. Pemimpin simbolik yakni pemimpin yang ramah, jujur, bersemangat, kreatif, tabah, bijaksana, cerdas, humoris, lemah-lembut. Pemimpin formal yakni pemimpin yang mempunyai posisi, gelar, jabatan, puncak hierarki, kuasa. Sedangkan pemimpin fungsional yakni pemimpin yang lahir dari peranan, fungsi dan kemanfaatannya bagi kelompok.
Sedangkan ditinjau dari tipenya, kepemimpinan sanggup dibagi menjadi empat tipe, yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpin laizess-fire, kepemimpinan demokratis; dan kepemimpinan pseudo-demokratis. Kepemimpinan absolut diwarnai dengan serba tergantungan kepada pemimpin. Kepemimpinan leizess-faire yakni kepemimpinan yang semuanya bergantung bawahan; kepemimpinan demokratis diwarnai dengan tindakan kerjasama pemimpin dan bawahan. Sedangkan kepemimpinan pseudodemokratis merupakan kepemimpinan yang secara supervisial tampak, namun sebetulnya absolut atau demi kepentingan kelompok kecil/klik; semu, manipulatif.
Telah ditegaskan di muka bahwa kepemimpinan merupakan fungsi organik dalam proses manajemen. Konsekuensinya, siapapun yang menjadi pemimpin harus memenuhi syarat-syarat kepemimpinan, baik kepribadian, pengetahuan, dan ketrampilan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a) Seorang pemimpin harus sanggup mempunyai sifat-sifat langsung yang terpuji, antara lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati, spontan, percaya diri, dan mempunyai kepekaan sosial yang tinggi, mendapatkan pendapat orang lain.
b) Seorang pemimpin harus sanggup memikirkan, merumuskan tujuan visi, misi, kondisi, dan agresi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf biar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama.
c) Seorang pemimpin harus mempunyai keterampilan dalam bidang yang dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan. Dengan keterampilan tersebut diharapkan pemimpin sanggup membantu stafnya dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi.
5. Pengawasan
Pengawasan merupakan istilah yang cukup populer. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Fungsi tersebut mutlak harus dilakukan dalam setiap organisasi atau lembaga. Ketidakmampuan atau kelalaian melaksanakan fungsi tersebut sangat mempengaruhi pencapaian tujuan lembaga. Dalam hubungannya dengan pengawasan dalam manajemen, berikut dikemukakan: (1) definisi pengawasan; (2) perspektif pengawasan; (3) pentingnya pengawasan; (4) prinsip-prinsip pengawasan yang baik; dan (5) proses pengawasan yang baik.
Kimbrough dan Nunnery (1983) mengartikan pengawasan sebagai proses memonitor kegiatan-kegiatan. Tujuannya untuk memilih harapan-harapan yang secara nyata dicapai dan melaksanakan perbaikan-perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Harapan-harapan yang dimaksud tersebut yakni tujuan-tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dan program-program yang telah direncanakan untuk dilakukan dalam periode tertentu. Dengan demikian, pengawasan dalam konteks pendidikan itu merupakan proses memonitor kegiatan-kegiatan untuk mengetahui program-program forum pendidikan yang telah diselesaikan dan tujuan-tujuannya yang telah dicapai.
Pengertian di atas menyisyaratkan, bahwa sebelum dilakukan pengawasan pada sebuah forum tertentu perlu terlebih dahulu ditetapkan tujuan-tujuan forum yang ingin dicapai dan program-program forum yang akan dilakukan. Tiada seorang pimpinan forum tertentu sanggup mengadakan pengawasan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya tujuan-tujuan forum yang ditetapkan dan program-program forum yang direncanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun di antara kepala sekolah dasar yang bisa melaksanakan pengawasan terhadap sekolahnya tanpa terlebih dahulu memahami tujuan-tujuan dan program-program kerja sekolahnya. Kimbrough dan Nunnery (1983) menegaskan, bahwa perencanaan acara dan pengawasan organisasi merupakan dua kegiatan manajemen yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya. Adanya perencanaan yang baik memungkinkan ditetapkannya standar keberhasilan yang baik. Semakin baik perencanaan yang dibentuk maka kemungkinannya semakin baik pula standar keberhasilan yang sanggup ditetapkan. Adanya standar yang baik memungkinkan dilakukannya pengawasan yang baik. Pengawasan yang baik bisa memonitor pelaksanaan program-program organisasi, sehingga apabila terjadi beberapa penyimpangan yang berarti, sanggup segera dilakukan perbaikan seperlunya dan sekaligus masukan bagi perencanaan berikutnya (Robbins, 1984).
Pengertian pengawasan sebagaimana diajukan oleh Kombrough dan Nunnery tersebut di atas sesuai dengan pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Mockler (1972). Pengertian yang dikemukakan oleh Mockler lebih operasional yang memperlihatkan langkah-langkah pengawasan sebagai suatu proses yang sistematis. Menurut Mockler, pengawasan merupakan perjuangan sistematis untuk memutuskan standar menurut tujuan dan perencanaan, merancang sistem umpan balik, membandingkan performansi nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, memutuskan ada atau tidaknya perbedaan antara performansi nyata dan standar, dan melaksanakan perbaikan-perbaikan tertentu untuk menjamin bahwa semua sumber daya dipakai secara efisien dalam mencapai tujuan bersama.
Dengan demikian, menurut konsepsi yang dikemukakan oleh para hebat tersebut di atas, sanggup dikemukakan bahwa pengawasan itu intinya merupakan pengendalian performansi sebuah lembaga. Tujuan biar performansi forum tersebut tidak menyimpang dari tujuan, program, prosedur-prosedur, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip kelembagaan. Namun tidak berarti bahwa dalam pengawasan itu pimpinan dan atau stafnya tidak memperhatikan kepentingan-kepentingan perorangan anggota lembaganya. Sebab perlu disadari bahwa sebuah forum sebagai suatu sistem sosial itu tidak hanya menyangkut aturan-aturan dan impian forum sebagai unsur institusional, melainkan juga terdiri dari personalitas dan kepentingan perorangan staf forum sebagai unsur individu untuk dikembangkan dan dicapai melalui kerjanya. Pengawasan yang baik itu yakni pengawasan yang bisa mengendalikan performansi organisasi menuju pencapaian tujuan organisasi, dengan tidak mengenyampingkan kepentingan-kepentingan individual anggota organisasi (Pidarta, 1988).
Sementara ini ada dua perspektif teoretik mengenai pengawasan sebagai upaya pemodifikasian performansi seseorang (Wren & Voich, 1984), tetapi dari teori-teori tersebut banyak memperlihatkan pinjaman yang tidak ajek mengenai pengawasan. Pertama yakni perspektif "teori" X. Menurut "teori" X, kebanyakan insan itu kurang mempunyai motivasi dan pasif. Mereka kurang mempunyai tanggung jawab. Tanpa intervensi dari pimpinan, mereka akan pasif, sehingga mereka harus dipimpin, diarahkan dan diawasi. Kedua yakni perspektif "teori" Y. Menurut "teori" Y, pada umumnya insan itu mempunyai motivasi dan tidak pasif. Mereka menyukai tanggungjawab, produktif dan kurang suka diawasi. Tanpa melalui intervensi dari atasannya, mereka tetap masih bisa melaksanakan dan menghasilkan sesuatu yang produktif. Dalam perkataan lain, "teori" X lebih mendukung dan mempercayai pengawasan eksternal sebagai upaya memodifikasi performasi seseorang, sedangkan "teori" Y lebih mendukung pengawasan internal dalam memodifikasi performansi seseorang (Carver & Sergiovanni, 1969).
Paling tidak ada tiga faktor yang menjadikan pengawasan dalam sebuah forum itu penting dan merupakan fungsi esensial dalam pengelolaan pada forum yang bersangkutan. Faktor pertama, terletak pada accountability. Agar semua tenaga atau karyawan pada sebuah forum mengemban kiprah dan tanggung-jawabnya masing-masing, mereka perlu mengetahui secara niscaya apa kiprah dan tanggung-jawabnya, bagaimana performansi mereka akan diukur, dan standar keberhasilan performansi yang dipakai sebagai kriteria di dalam pengukurannya. Pertanggung-jawaban tersebut mustahil terealisasi dengan sungguh-sungguh tanpa adanya suatu sistem pengawasan yang baik.
Faktor kedua, terletak pada rapidity of change. Setiap forum merupakan institusi sosial yang tidak bisa terlepas dari lingkungannya. Seringkali lingkungan tersebut mengalami perubahan-perubahan dengan cepat sekali. Perubahan-perubahan tersebut menghendaki pembiasaan taktik dan seni manajemen dari lembaga. Agar perubahan-perubahan lingkungan bisa dipantau dan pembiasaan taktik dan seni manajemen terhadap perubahan-perubahan itu bisa dilakukan maka perlu adanya sistem pengawasan.
Sebagai faktor ketiga terletak pada complexity today's organization. Setiap forum yang besar dan maju mempunyai program-program yang majemuk untuk mencapai tujuan yang juga besar dan kompleks. Bahkan banyak forum yang membuka cabang-cabangnya di beberapa daerah yang secara geografis terpencar dari pusatnya. Lembaga yang demikian itu menghendaki adanya sebuah sistem pengawasan yang sempurna dan mantap.
Pengawasan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga pengawasan yang intinya dilakukan untuk memantau, mengarahkan, dan membina kinerja, serta tidak dipandang sebagai satu kegiatan yang menakutkan. Karena itu ada prinsip-prinsip yang sebaiknya dipegang teguh, yaitu sebagai berikut: (1) prinsip manajerial; (2) prinsip organisasional; (3) prinsip obyektif dan keterbukaan; (4) prinsip pencegahan dan perbaikan; dan (5) prinsip efisiensi dan fleksibilitas
Walaupun antara ahli-ahli di atas berbeda-beda di dalam mendeskripsikan langkah-langkah pengawasan, namun kesemuanya mempunyai kesamaan makna, bahwa ada empat langkah di dalam melaksanakan pengawasan, yaitu : (1) memutuskan standar performansi, (2) mengukur performansi aktual, (3) membandingkan performansi positif dengan standar performansi yang telah ditetapkan, dan (4) melaksanakan perbaikan performansi apabila ternyata performansi positif tidak sesuai dengan standar.
Belum ada Komentar untuk "✔ Administrasi Sebagai Sebuah Proses"
Posting Komentar