✔ Alasan Diadakannya Kelas Rangkap

Pembelajaran kelas rangkap merupakan suatu kajian taktik pembelajaran, yang menjadi pilihan dalam melakukan proses pembelajaran. Pembelajaran kelas rangkap yang disingkat (PKR) relatife gres di dalam dunia pendidikan dan tidak banyak sekolah yang melakukan PKR ini.
Pengertian pembelajaran kelas rangkap bergotong-royong di mana seorang guru atau sekelompok guru mengelola kelas, yang terdapat banyak sekali siswa dari tingkatan kelas yang berbeda atau usia yang bervariasi dengan kemampuan yang bervariasi pula dalam satu ruangan untuk tujuan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.Pada ringkasan materi ini akan dibahas lebih mendalam wacana alasan di perlukannya oleh guru dan calon guru.

1. Alasan Psikologis-Pedagogis 
Menurut statistik persekolahan tahun 1990 di Indonesia sedikitnya terdapat 12.000 SD yang hanya mempunyai guru-3 orang per SD. Sedangkan berdasarkan UNESCO (Djalil: 1997) pada tahun 1980-an di Indonesia terdapat sekitar 20.000 SD yang mempunyai guru 1-3 orang. SD-SD tersebut pada umumnya mempunyai jumlah murid yang sedikit. Karena jumlah guru dan jumlah muridnya sedikit maka pelaksanaan pembelajaran sehari-hari menerapkan pendekatan pembelajaran kelas rangkap (PKR)
Di Indonesia selama ini pelaksanaan PKR hanya disikapi sebagai suatu keterpaksaan atau keadaan darurat. Berbeda dengan Negara lain Australia, Amerika Serikat, Belanda, RRC Meksiko, Kolumbia, dan negara-negara kecil di Samudra Pasifik PKR sudah usang di praktekkan dengan sengaja. Di Australia kajian Ilmiah mengenai PKR dan kepustakaan mengenai PKR sudah cukup banyak. Sementara di Indonesia kajian dan kepustakaan wacana PKR sangat terbatas. Baru tercatat satu penelitian wacana PKR (Soemardi dkk: 1996) dan gres satu seri modul PKR Universitas Terbuka (Arial Djalil dkk, : 1997)
Bila dilihat dari bidang kajian psikologi pendidikan terdapat konsep “perbedaan individual” atau “Individual differences”. Konsep ini member gosip bahwa setiap anak didik bersifat unik. Artinya di samping mempunyai persamaan juga mempunyai perbedaan. Perbedaan ini mungkin terjadi karena perbedaan jenis kelamin, usia dan lingkungan.
Secara psikologis menyerupai diteorilkan oleh Piaget dan Bell-Gredler (1986), setiap anak mempunyai tingkat perkembangan atau “cognitive development” sesuai rentang usianya mulai dari tingkat terendah sensori motor (masa bayi) samapai tingkat tertinggi operasi formal (usia 12 tahun ke atas). Secara psikologis-sosiologis setiap anak mempunyai tuntutan sikap kiprah yang berbeda-beda sebagaimana diteorikan oleh Havighurst (Alberty: 1958) dalam konsep tugas-tugas perkembangan atau development task. Secara budbahasa anak juga mempunyai tingkat perkembangan moralita, sebagaimana diteorikan oleh Kohlberg (1975) dalam konsep cognitive budbahasa development.
Bentuk perhatian dan layanan pendidikan sanggup berupa penggunaan pendekatan pembelajaran yang bisa mewadahi perbedaan individual anak. Pembelajaran klasikal-individual sanggup dinilai jauh lebih sesuai untuk itu dari pada pembelajaran klasikal-massal.
Dalam pembelajaran klasikal-individual walaupun anak berada dalam satu kelas tetapi layanan pembelajaran diberikan secara individual atau kelompok sesuai tingkatan keunikannya. Sedangkan dalam pembelajaran klasikal-massal anak dalam satu kelas cenderung mendapat perlakuan yang serba sama.
Konsep dan model PKR yang di dalam banyak sekali kepustakaan dikenal dengan multigrade teaching” (Miller: 1989) “the multiage classroom” (Fogarty: 1992) atau “multiple claas teaching” (UNESCO:1988) merupakan pendekatan pembelajaran yang dirancang untuk memberi perhatian dan melayani perbedaan individual anak untuk satu atau lebih dari satu kelas, kedalam satu atau lebih dari satu ruangan.
Secara teoritik bergotong-royong PKR itu dirancang terutama untuk memberi layanan perbedaan individual dalam proses pembelajaran dan bukan semata-mata untuk mengatasi kekurangan guru dalam satu kelas. Selain itu sanggup ditambahkan alasan lain yakni sebagai upaya pembentukan keterampilan sosial atau social skills dealam konteks sosial atau kelompok menyerupai dalam penerapan konsep Open Classroom di USA. (Raka Joni: 1998).
Karena itu PKR sanggup diterapkan baik disekolah kecil, contohnya SD dengan jumlah guru dan jumlah muridnya kecil, maupun di sekolah biasa yang jumlah guru dan jumlah muridnya memadai. Dengan kata lain PKR, bergotong-royong berkembang sejalan dengan konsep dan prinsip psikologis dan pedagogis yang berlaku.

2. Alasan Demografis-Sosiologis
Berbeda dengan alasan psikologis –paedagogis yanhg lebih bersifat konseptual, alasan demografis-sosiologis lebih bersifat factual dan praktis.Pembelajaran kelas rangkap sering dikaitkan dengan sekolah kecil di kawasan terpencil yang berpenduduk sedikit. Di sekolah menyerupai ini biasanya hanya ada satu hingga dengan tiga orang guru untuk melayani seluruh siswa kelas I hingga kelas VI.
Jumlah siswa di setiap sekolah juga sedikit. Guru tersebut harus menggabungkan kelas supaya bisa mengajar semua siswa di sekolah, artinya dalam satu ruangan ditempati oleh siswa dari dua kelas. Pola penggabungan umumnya yaitu kelas 1 dengan kelas 2, kelas 3 dengan kelas 4, dan kelas 5 dengan kelas 6.
SDN Ma’lengu di Kecamatan Bontolempangan Kabupaten Gowa. Sekolah ini hanya mempunyai 4 gedung yang terdiri dari 3 gedung (3 ruang) untuk proses berguru mengajar, dan 1 gedung untuk ruang kepala sekolah dan administrasi. Guru yang mengajar terdiri dari 4 guru kelas, 1 guru olah raga, 1 guru agama dengan 1 kepala sekolah. Rata-rata jumlah siswa per kelas yaitu 23 anak.
Secara geografis, letak SDN Ma’lengu berada di kawasan dataran tinggi sekitar 70 km sebelah timur kota Sungguminasa sehingga jauh dari keramaian. Selain itu, SDN Ma’lengu juga termasuk salah satu sekolah terpencil di Kab. Gowa yang terletak jauh di pelosok pedalaman yang gres berumur sekitar 4 tahun disebabkan karena sekolah ini sebelumnya yaitu kelas jauh yang lalu mati (tidak ada aktifitas belajar) disebabkan karena tidak ada tenaga pengajar yang mau ke kawasan tersebut.
Kemudian gres pada tahun 2005 dirintis kembali dengan kondisi tenaga pengajar yang hanya terdiri dari 3 orang dan ruang berguru terdiri dari 2 kelas. Baru pada tahun 2008 mendapat pemanis ruang berguru sebanyak 2 buah sehingga sudah ada 3 ruang belajar. Terus guru yang mengajar pada sekolah tersebut terdiri atas 4 orang guru yang berstatus PNS termasuk kepala sekolah, 3 orang guru berstatus honorer. Dan di sekolah tersebut juga terdapat 8 rombongan berguru dan sekolah ini termasuk sekolah satu atap. Siswa yang bersekolah di SDN Ma’lengu yaitu belum dewasa dari Dusun yang tidak memungkinkan untuk bersekolah di sekolah lainnya. Oleh alasannya yaitu itu tepatlah kalau sekolah ini dikategorikan sebagai sekolah terpencil.
Keadaan sebagaimana dlikemukakan diatas mengatakan adanya duduk masalah demografis-sosiologis yaitu murid sedikit-guru sedikit, murid sedikit-guru berlebih, murid cukup-guru sedikit, dan murid cukup-guru berlebih. Keadaaan menyerupai ini menimbulkan permasalahan inefisiensi yakni pemborosan tenaga guru atau permasalahan equity atau pemerataan kualitas yang sukar dicapai kerena kemungkinan terjadi penelantaran muris atau deprivation.
Untuk mengatasi keadaan murid sedikit-guru sedikit, dan murid cukup-guru sedikit, diperlukakan pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan terjadi perangkapan kelas oleh seorang guru dalam satu ruangan atau lebih dari satu ruangan. Relevan dengan tuntutan itu konsep dan pendekatan pembelajaran kelas rangkap merupakan balasan yang tepat.
Selain itu konsep dan model PKR juga merupakakan balasan yang sempurna terhadap adanya keterbatasan logistic. Misalnya ruang kelas yang terbatas karena semenjak awal ruangan sangat terbatas atau sebagian ruangannya sudah rusak yang disebabkan karena umur bangunan yang sudah renta atau rusak akhir musibah menyerupai tsunami, gempa bumi, tanah longsor dll.
Satu hal yang juga tidak sanggup diabaikan yaitu alasan absensi salah seorang guru karena banyak sekali alasan. Kondisi ini menuntut guru yang ada di sekolah untuk melakukan kelas rangkap dengan memakai PKR. Keadaan ini sangat memungkinkan terjadi baik di SD kawasan pedesaan maupun kawasan perkotaan.
Pembelajaran kelas rangkap juga terdapat di banyak sekolah perkotaan, karena jumlah siswa tidak seimbang dengan jumlah kelas. Kelas harus digabung untuk mendapat jumlah siswa menyerupai biasa. Makara alasan dibentuknya kelas rangkap bukan karena kekurangan guru saja melainkan juga alasan efisiensi. Misalnya kalau di kelas 1 hanya ada 9 siswa dan kelas 2 hanya ada 10 siswa maka tidak perlu masing-masing kelas diajar oleh seorang guru. Dengan prinsip efisiensi sumber daya maka cukup diharapkan satu guru yang merangkap mengajar kelas 1 dan kelas 2.
Dari pembahan diatas sanggup ditarik kesimpulan bahwa penerapan PKR secara konseptual sesuai dengan konsep psikologi dan pedagogi dan secara mudah sanggup mengatasi banyak sekali hambatan demografis, sosiologis, dan hambatan situasional lainya.

Belum ada Komentar untuk "✔ Alasan Diadakannya Kelas Rangkap"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel