✔ Management-Oriented Approach
MANAGEMENT-ORIENTED APPROACH - . Management-oriented approach merupakan salah sau pendekatan dalam penilaian pendidikan yang memfokuskan pada kepentingan manajerial Oleh alasannya ialah itu, pendekatan penilaian berorientasi administrasi sangat berarti dalam membantu para pengambil keputusan. Hal ini mengingat pentingnya informasi hasil penilaian sebagai bab dari pengamblan keputusan yang baik. Artinya, bahwa pengambilan keputusan akan sempurna dan berkhasiat jikalau didasarkan pada informasi-informasi hasil penilaian.
Dalam bidang pendidikan, dengan pendekatan ini dimungkinkan seorang evaluator memberi informasi yang bermanfaat kepada guru, komite sekolah, pengambil keputusan/ birokrasi pendidikan, direktur pendidikan, atau pihak lainnya; sesuai dengan tingkat kewenangan pengambilan keputusan masing-masing. Berdasarkan level kewenangan tersebut menjadi terperinci siapa yang akan menjadi pengguna utama hasil-hasil penilaian, bagaimana mereka akan menggunakannya, dan pada aspek-aspek apa mereka akan mengambil keputusan. Aspek-aspek yang menjadi cakupan penilaian dalam pendekatan ini biasanya diklasifikasi menurut komponen system, yakni: input, proses, dan out put.
Untuk mempelajari lebih dalam perihal management-oriented approach akan diperkenalkan pada konsep dasar, cara penggunaan, serta kelebihan dan kelemahan pendekatan ini, khususnya dalam penilaian bidang pendidikan.
Konstributor utama terhadap berkembangnya pendekatan penilaian berorientasi administrasi dalam pendidikan ialah Stufflebeam dan Alkin (1960). Mereka sama-sama menyadari banyaknya kelemahan dari pendekatan penilaian yang selama ini ada. Dengan berlandaskan pada pemikiran-pemikiran terdahulu, menyerupai Bernard, Mann, Harris, dan Wishburne, mereka memperluas cakrawala dan berfikir sistematis perihal studi-studi administrative dan pengambilan keputusan pendidikan. Selama tahun 1960-1970-an mereka juga menyebarkan wacana menurut pada teori administrasi (seperti, Braybrook dan Lindblom 1963). Baik Stufflebeam maupun Alkin mengakibatkan keputusan manajer kegiatan the pivotal organizer bagi penilaian.
Dalam pendekatan ini, tujuan kegiatan bukan menjadi perhatian utama, mereka lebih menekankan pada kebersamaan atara evalutator dan direktur secara erat dalam melaksanakan penilaian. Mereka bahu-membahu mengidentifikasi keputusan-keputusan dimana direktur harus menciptakan dan kemudian mengumpulkan informasi yang cukup perihal keunggulan dan kelemahan dari setiap alternaif keputusan supaya diperoleh keputusan dan pertimbangan yang adil menurut criteria yang spesifik. Oleh alasannya ialah itu, suksesnya penilaian sangat bergantung pada kualitas tim kerja antara evaluator dan para pengambil keputusan.
Stufflebeam dalam sejarah penilaian ini pada balasannya menyebarkan apa yang disebut sebagai CIPP Model ( Contex, Input, Process, dan Product Model).
Dilihat dari namanya nampak terperinci bahwa pendekatan ini merupakan kerangka kerja penilaian yang bertujuan memberi pelayanan kepada manajer dan direktur kegiatan untuk menghadapi empat macam keputusan pendidikan yang berbeda, yaitu:
1) Context Evaluation, melayani keputusan-keputusan pada level perencanaan. Pada level ini lebih menitikberatkan pada upaya menentukan kebutuhan yang akan dijadikan dasar dalam pengembangan kegiatan pendidikan, termasuk perumusan tujuan-tujuan program.
Pada kala sentralisasi, dimana kurikulum bahkan hingga pada seni administrasi pembelajaran ditentukan oleh pemerintah pusat, nampaknya penilaian konteks hanya milik orang pusat. Bagi anda yang di kala ini berpengalaman dalam bidang pendidikan luar sekolah (atau yang disebut dalam Undang-undang No.20 Tahu 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, disebut jalur non formal dan informal), mungkin penilaian konteks bukan duduk kasus baru. Hal ini dikarenakan program-program pendidikan luar sekolah lebih banyak ditumbuh-kembangkan dari kebutuhan berguru masyarakat yang ingin mengikuti program. Walaupun istilah yang banyak dipergunakan bukan penilaian konteks tapi sering disebut analisis atau penilaian kebutuhan (needs analysis atau needs assessment).
Kini di kala desentralisasi penilaian konteks ini menjadi penting untuk semua level pengambl keputusan, apakah pengelola pemerintahan pendidikan di tingkat propinsi dan Kabupaten/ Kota atau pengelola satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal, in formal maupun non formal. Sebagaimana diketahui bahwa otonomi an desentralisasi pendidikan bermakna: 1) desentralisasi pemerintahan pendidikan kepada Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten/ Kota, serta 2) otonomi pengelolaan satuan pendidikan. Pemberian kewenangan kepada pemerintahan Propinsi maupun Kabupaten/ Kota berimplikasi pada keharusan adanya perencanaan pembangunan pendidikan yang khas sesuai dengan kebutuhan masing-masing kawasan otonom. Memperhatikan kewenangan menyerupai itu, kegiatan penilaian konteks menjadi amat penting supaya perencanaan yang disusun benar-benar menurut pada kebutuhan masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa tugas Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemerintah pusat dalam pembangunan pendidikan di kala desenralisasi lebih banyak dalam menyusun standar-standar, memberi bimbingan teknis dan penjaminan mutu pendidikan. Anda tahu bukan, dalam hal kurikulum KBK pemerintah pusat hanya memutuskan standar kompetensi dan acuan. Bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan di satu sekolah, di sekolah-sekolah Kabupaten/ Kota terrtentu, di sekolah-sekolah Proponsi tertentu, akan bergantung pada masing-masing kebutuhan. Untuk merancang maupun mengevaluasi rancangan kegiatan pada masing-masing level keputusan inilah penilaian konteks sangat penting artinya bagi keberlangsungan pembangunan pendidikan yang lebih baik.
2) Input Evaluation, melayani keputusan-keputusan pada kegiatan pengorganisasian. Menentukan sumberdaya yang tersedia, seni administrasi alternative yang perlu dipergunakan dalam program, serta perencaan yang terbaik bagi pemenuhan kebutuhan, merupakan focus utama penilaian pada level ini.
Jika anda berpengalaman dalam pengelolaan proyek atau paling tidak mengenal dari informasi proyek, unsur input yang paling sering dievaluasi ialah biaya. Apakah biaya yang disediakan untuk suatu proyek mencukupi? Apakah dana yang tersedia itu dialokasikan sesuai komponen-komponen kegiatan proyek yang direncanakan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan contoh fokus penilaian input. Tentu input kegiatan pendidikan bukan satu-satunya biaya, banyak input lain seperti: guru, buku pelajaran, atau lainnya.
3) Process Evaluation, melayani keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi program. Fokus utama pada level ini adalah: a) bagaimana planning yang sudah ditetapkan sanggup dilaksanakan secara baik? b) hambatan-hambatan apa yang dihadapi dan menghambat kesuksesan? c) perbaikan-perbaikan apa yang diperlukan? Untuk sanggup menjawab hal-hal tersebut perlu dilakukan evaluasi.
Evaluasi terhadap proses disebut monitoring. JAdi monitoring merupakan upaya melaksanakan penilaian terhadap proses pelaksanaan suatu program. Jika di lingkungan kerja anda masih kelihatan kegiatan monitoring sebagai kegiatan ’jalan-jalan’ memotret keadaan lapangan saja, sebetulnya itu belum merupakan monitoring yang sesungguhnya. Dalam tataran pengelolaan proyek ada satu istilah yang seperti tidak sanggup dirubah atau diperbaiki saking sudah melembaga, yaitu ME (singkatan dari Monitoring dan Evaluasi). Istilah ini tentu tidak salah, tetapi dalam pemaknaan yang diberikan proyek terhadap kegiatan ME seringkali menjadi kurang bermakna. Salah satu contoh pengertian yang banyak di lingkungan proyek adalah: monitoring merupakan kegiatan mengumpulkan data sedangkan analisis dan interpretasi terhadap data dilakukan dalam evaluasi. Pegertian ini memberi makna seperti M dan E ialah sebuah kegiatan yang berurutan. Padahal kalau anda buka kembali modul dan referensi sebelumnya dinyatakan bahwa setiap kegiatan penilaian paling sedikit selalu megandung 3 (tiga) komponen utama, yaitu: data, kriteria, dan judgment. Jadi, kalau monitoring merupakan penilaian terhadap proses maka dalam kegiatan monitoring juga harus terjadi proses analisis dan interpretasi terhadap data dibandingkan dengan kriteria, apakah sesuai, kurang atau melebihi.
Jika ingin proporsional, sebaiknya M-E di diposisikan sebagai dua kegiatan penlaian yang dibutuhkan dalam rangka pengelolaan proyek. Monitoring dilakukan sebagai penilaian teradap pelaksanaan kegiatan (progress), sedangkan penilaian memrupakan penilaian terhadap hasil proyek.
4) Product evaluation, melayani keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pencapaian kegiatan dan kemungkinan perencanaan ulang. Oleh alasannya ialah itu, focus penilaian ini meliputi: a) hasil-hasil apa yang diperoleh? b) sejauhmana kebutuhan sudah sanggup terpenuhi atau berkurang? c) Apa yang harus dilakukan setalah kegiatan berjalan menyerupai itu?
Evaluasi hasil (product evaluation) merupakan kegiatan penilaian yang selama ini banyak dilakukan. Mungkin keadaan ini berakar pada tradisi memahami langkah-langkah pengelolaan (management) yang selalu menempatkan kegiatan evaluasi, pengendalian, dan istilah lain yang sejalan, pada ahir kegiatan pengelolaan. Sehingga penilaian yang banyak dikenal ialah penilaian yang dilakukan jikalau suatu kegiatan sudah berakhir. Ingat di sekolah kita juga masih menyerupai itu, contohnya ujian simpulan semester (untuk mengevaluasi ahir semester), ujian simpulan nasional (untuk mengevaluasi simpulan kegiatan tiap jenjang pendidikan secara nasional), dll. Evaluasi yang hanya memfokuskan pada hasil biasanya identik dengan pendekatan penilaian yang berorientasi tujuan sebagaimana dikemukakan pada pembahasan sebelumnya.
Dalam penilaian hasil, biasanya berkembang beberapa focus, yakni: 1) penilaian yang memfokuskan pada hasil kasatmata sesuai tujuan kegiatan (out-put evaluation), penilaian terhadap manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan (benefit evaluation), dan 3) penilaian terhadap dampan yang ditimbulkan dari kegiatan (impact/ outcome evaluation). Masing-masing bertujuan mengevaluasi hasil program, hanya hasil yang diperoleh antara lain dipengaruhi oleh jangka waktu yang berbeda. Penilaian dampak biasanya dilakukan beberapa usang sehabis kegiatan berakhir, lain halnya penilaian manfaat mungkin lebih cepat pelaksanaannya daripada penilaian dampak. Sedangkan penilaian out-put biasanya dilaukan eksklusif sehabis kegiatan berakhir. Oleh alasannya ialah itu, penilaian manfaat dan dampak kegiatan lebih rumit dan memerlukan pemikiran yang lebih luas dari sekedar scenario kegiatan yang sudah dirancang.
Untuk sanggup merancang kegiatan penilaian pada masing-masing level itu, Stufflebeam mengajukan beberapa langkah yang perlu ditempuh sebagai berikut:
1) Membuat Fokus Evaluasi
a) Identifikasi, level keputusan apa yang utama akan dilayani dengan penilaian tersebut, apakah tingkat local, regional, atau nasional?
b) Untuk tiap level pengambilan keputusan, perkirakan situasi keputusan yang akan dilayani dan gambarkan masing-masing focus, tingkat kekritisan, waktu, dan alternative komposisinya
c) Definisikan criteria untuk masing-masing situasi keputusan dengan membuat: (1) spesifikasi variable untuk kepentingan pengukuran dan (2) standar-standar yang akan digunakan dalam memberi pertimabagan alternative.
d) Definisikan pada area kebijakan mana evaluator harus melaksanakan seluruh kegiatan penilaian
2) Mengumpulkan Informasi
a) Spesifikasikan sumber-sumber informasi yang akan digunakan
b) Spesifikasikan instrument-instrumen dan metode pengumpulan data yang diperlukan
c) Spesifikasikan mekanisme penentuan sample yang akan dilakukan
d) Spesifikasikan kondisi dan kegiatan pelaksanaan pengumpulan data.
3) Mengorganisasikan Informasi
a) Sediakan format-format untuk merekap informasi yang akan dikumpulkan
b) Analisis terhadap informasi yang diperoleh
4) Menganalisis Informasi
a) Pilih mekanisme analisis yang akan digunakan
b) Tentukan teknik-teknik yang dipergunakan dalam analisis
5) Melaporkan Informasi
a) Definisikan siapa yang menjadi target laporan penilaian ini
b) Tentukan teknik penyajian informasi yang akan dipakai
c) Tetapkan format laporan
d) Buat kegiatan pelaporan
6) Administrasi Evaluasi
a) Rangkum kegiatan evaluasi
b) Tetapkan keperluan staf dan sumberdaya serta kegiatan pengadaanya
c) Tentukan teknik-teknik untuk mengadakan keperluan-keperluan pelaksanaan evaluasi
d) Menilai rancangan penilaian yang potensial untuk menyediakan informasi yang valid, reliable, kredibel, sempurna waktu, dan pervasive.
e) Menentukan dan mejadwalkan updating rancangan penilaian secara periodic
f) Menyediakan angaran biaya untuk kegiatan penilaian kegiatan secara total.
Alkin (1969) sebagai Direktur Pusat Kajian Evaluasi di UCLA menyebarkan kerangka kerja penilaian yang hampir parallel dengan pemikiran yang dikemukakan dalam model CIPP. Kerangka kerja penilaian ini lebih popular disebut sebagai UCLA Evaluation Model. Secara garis besar, model penilaian ini terdiri dari lima tipe, yaitu:
1) System Assesment, meyediakan informasi yang berkaitan dengan latar belakang suatu system (identik dengan context evaluation dalam CIPP Model);
2) Program Planning, membantub menentukan program-program yang lebih khusus dan mungkin efektif dalam memenuhi kebutuhan pendidikan tertentu (hamper sama dengan input evaluation);
3) Program Implementation, menyediakan informasi tentang: apakah kegiatan dilaksanakan untuk kelompok target yang sempurna sesuai yang diharapkan;
4) Program Improvement, menyediakan informasi tentang: bagaimana suatu kegiatan berfungsi, apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan berusaha untuk terus dicapai, apakah ada hal-hal yang tidak diharapkan muncul (hampir sama dengan process evaluation);
5) Program Certification, menyediakan informasi perihal nlai dari suatu kegiatan dan kemungkinannya untuk dipergunakan lebih jauh (sama dengan product evaluation).
Dalam bidang pendidikan, dengan pendekatan ini dimungkinkan seorang evaluator memberi informasi yang bermanfaat kepada guru, komite sekolah, pengambil keputusan/ birokrasi pendidikan, direktur pendidikan, atau pihak lainnya; sesuai dengan tingkat kewenangan pengambilan keputusan masing-masing. Berdasarkan level kewenangan tersebut menjadi terperinci siapa yang akan menjadi pengguna utama hasil-hasil penilaian, bagaimana mereka akan menggunakannya, dan pada aspek-aspek apa mereka akan mengambil keputusan. Aspek-aspek yang menjadi cakupan penilaian dalam pendekatan ini biasanya diklasifikasi menurut komponen system, yakni: input, proses, dan out put.
Untuk mempelajari lebih dalam perihal management-oriented approach akan diperkenalkan pada konsep dasar, cara penggunaan, serta kelebihan dan kelemahan pendekatan ini, khususnya dalam penilaian bidang pendidikan.
Konstributor utama terhadap berkembangnya pendekatan penilaian berorientasi administrasi dalam pendidikan ialah Stufflebeam dan Alkin (1960). Mereka sama-sama menyadari banyaknya kelemahan dari pendekatan penilaian yang selama ini ada. Dengan berlandaskan pada pemikiran-pemikiran terdahulu, menyerupai Bernard, Mann, Harris, dan Wishburne, mereka memperluas cakrawala dan berfikir sistematis perihal studi-studi administrative dan pengambilan keputusan pendidikan. Selama tahun 1960-1970-an mereka juga menyebarkan wacana menurut pada teori administrasi (seperti, Braybrook dan Lindblom 1963). Baik Stufflebeam maupun Alkin mengakibatkan keputusan manajer kegiatan the pivotal organizer bagi penilaian.
Dalam pendekatan ini, tujuan kegiatan bukan menjadi perhatian utama, mereka lebih menekankan pada kebersamaan atara evalutator dan direktur secara erat dalam melaksanakan penilaian. Mereka bahu-membahu mengidentifikasi keputusan-keputusan dimana direktur harus menciptakan dan kemudian mengumpulkan informasi yang cukup perihal keunggulan dan kelemahan dari setiap alternaif keputusan supaya diperoleh keputusan dan pertimbangan yang adil menurut criteria yang spesifik. Oleh alasannya ialah itu, suksesnya penilaian sangat bergantung pada kualitas tim kerja antara evaluator dan para pengambil keputusan.
Stufflebeam dalam sejarah penilaian ini pada balasannya menyebarkan apa yang disebut sebagai CIPP Model ( Contex, Input, Process, dan Product Model).
Dilihat dari namanya nampak terperinci bahwa pendekatan ini merupakan kerangka kerja penilaian yang bertujuan memberi pelayanan kepada manajer dan direktur kegiatan untuk menghadapi empat macam keputusan pendidikan yang berbeda, yaitu:
1) Context Evaluation, melayani keputusan-keputusan pada level perencanaan. Pada level ini lebih menitikberatkan pada upaya menentukan kebutuhan yang akan dijadikan dasar dalam pengembangan kegiatan pendidikan, termasuk perumusan tujuan-tujuan program.
Pada kala sentralisasi, dimana kurikulum bahkan hingga pada seni administrasi pembelajaran ditentukan oleh pemerintah pusat, nampaknya penilaian konteks hanya milik orang pusat. Bagi anda yang di kala ini berpengalaman dalam bidang pendidikan luar sekolah (atau yang disebut dalam Undang-undang No.20 Tahu 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, disebut jalur non formal dan informal), mungkin penilaian konteks bukan duduk kasus baru. Hal ini dikarenakan program-program pendidikan luar sekolah lebih banyak ditumbuh-kembangkan dari kebutuhan berguru masyarakat yang ingin mengikuti program. Walaupun istilah yang banyak dipergunakan bukan penilaian konteks tapi sering disebut analisis atau penilaian kebutuhan (needs analysis atau needs assessment).
Kini di kala desentralisasi penilaian konteks ini menjadi penting untuk semua level pengambl keputusan, apakah pengelola pemerintahan pendidikan di tingkat propinsi dan Kabupaten/ Kota atau pengelola satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal, in formal maupun non formal. Sebagaimana diketahui bahwa otonomi an desentralisasi pendidikan bermakna: 1) desentralisasi pemerintahan pendidikan kepada Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten/ Kota, serta 2) otonomi pengelolaan satuan pendidikan. Pemberian kewenangan kepada pemerintahan Propinsi maupun Kabupaten/ Kota berimplikasi pada keharusan adanya perencanaan pembangunan pendidikan yang khas sesuai dengan kebutuhan masing-masing kawasan otonom. Memperhatikan kewenangan menyerupai itu, kegiatan penilaian konteks menjadi amat penting supaya perencanaan yang disusun benar-benar menurut pada kebutuhan masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa tugas Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemerintah pusat dalam pembangunan pendidikan di kala desenralisasi lebih banyak dalam menyusun standar-standar, memberi bimbingan teknis dan penjaminan mutu pendidikan. Anda tahu bukan, dalam hal kurikulum KBK pemerintah pusat hanya memutuskan standar kompetensi dan acuan. Bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan di satu sekolah, di sekolah-sekolah Kabupaten/ Kota terrtentu, di sekolah-sekolah Proponsi tertentu, akan bergantung pada masing-masing kebutuhan. Untuk merancang maupun mengevaluasi rancangan kegiatan pada masing-masing level keputusan inilah penilaian konteks sangat penting artinya bagi keberlangsungan pembangunan pendidikan yang lebih baik.
2) Input Evaluation, melayani keputusan-keputusan pada kegiatan pengorganisasian. Menentukan sumberdaya yang tersedia, seni administrasi alternative yang perlu dipergunakan dalam program, serta perencaan yang terbaik bagi pemenuhan kebutuhan, merupakan focus utama penilaian pada level ini.
Jika anda berpengalaman dalam pengelolaan proyek atau paling tidak mengenal dari informasi proyek, unsur input yang paling sering dievaluasi ialah biaya. Apakah biaya yang disediakan untuk suatu proyek mencukupi? Apakah dana yang tersedia itu dialokasikan sesuai komponen-komponen kegiatan proyek yang direncanakan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan contoh fokus penilaian input. Tentu input kegiatan pendidikan bukan satu-satunya biaya, banyak input lain seperti: guru, buku pelajaran, atau lainnya.
3) Process Evaluation, melayani keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi program. Fokus utama pada level ini adalah: a) bagaimana planning yang sudah ditetapkan sanggup dilaksanakan secara baik? b) hambatan-hambatan apa yang dihadapi dan menghambat kesuksesan? c) perbaikan-perbaikan apa yang diperlukan? Untuk sanggup menjawab hal-hal tersebut perlu dilakukan evaluasi.
Evaluasi terhadap proses disebut monitoring. JAdi monitoring merupakan upaya melaksanakan penilaian terhadap proses pelaksanaan suatu program. Jika di lingkungan kerja anda masih kelihatan kegiatan monitoring sebagai kegiatan ’jalan-jalan’ memotret keadaan lapangan saja, sebetulnya itu belum merupakan monitoring yang sesungguhnya. Dalam tataran pengelolaan proyek ada satu istilah yang seperti tidak sanggup dirubah atau diperbaiki saking sudah melembaga, yaitu ME (singkatan dari Monitoring dan Evaluasi). Istilah ini tentu tidak salah, tetapi dalam pemaknaan yang diberikan proyek terhadap kegiatan ME seringkali menjadi kurang bermakna. Salah satu contoh pengertian yang banyak di lingkungan proyek adalah: monitoring merupakan kegiatan mengumpulkan data sedangkan analisis dan interpretasi terhadap data dilakukan dalam evaluasi. Pegertian ini memberi makna seperti M dan E ialah sebuah kegiatan yang berurutan. Padahal kalau anda buka kembali modul dan referensi sebelumnya dinyatakan bahwa setiap kegiatan penilaian paling sedikit selalu megandung 3 (tiga) komponen utama, yaitu: data, kriteria, dan judgment. Jadi, kalau monitoring merupakan penilaian terhadap proses maka dalam kegiatan monitoring juga harus terjadi proses analisis dan interpretasi terhadap data dibandingkan dengan kriteria, apakah sesuai, kurang atau melebihi.
Jika ingin proporsional, sebaiknya M-E di diposisikan sebagai dua kegiatan penlaian yang dibutuhkan dalam rangka pengelolaan proyek. Monitoring dilakukan sebagai penilaian teradap pelaksanaan kegiatan (progress), sedangkan penilaian memrupakan penilaian terhadap hasil proyek.
4) Product evaluation, melayani keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pencapaian kegiatan dan kemungkinan perencanaan ulang. Oleh alasannya ialah itu, focus penilaian ini meliputi: a) hasil-hasil apa yang diperoleh? b) sejauhmana kebutuhan sudah sanggup terpenuhi atau berkurang? c) Apa yang harus dilakukan setalah kegiatan berjalan menyerupai itu?
Evaluasi hasil (product evaluation) merupakan kegiatan penilaian yang selama ini banyak dilakukan. Mungkin keadaan ini berakar pada tradisi memahami langkah-langkah pengelolaan (management) yang selalu menempatkan kegiatan evaluasi, pengendalian, dan istilah lain yang sejalan, pada ahir kegiatan pengelolaan. Sehingga penilaian yang banyak dikenal ialah penilaian yang dilakukan jikalau suatu kegiatan sudah berakhir. Ingat di sekolah kita juga masih menyerupai itu, contohnya ujian simpulan semester (untuk mengevaluasi ahir semester), ujian simpulan nasional (untuk mengevaluasi simpulan kegiatan tiap jenjang pendidikan secara nasional), dll. Evaluasi yang hanya memfokuskan pada hasil biasanya identik dengan pendekatan penilaian yang berorientasi tujuan sebagaimana dikemukakan pada pembahasan sebelumnya.
Dalam penilaian hasil, biasanya berkembang beberapa focus, yakni: 1) penilaian yang memfokuskan pada hasil kasatmata sesuai tujuan kegiatan (out-put evaluation), penilaian terhadap manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan (benefit evaluation), dan 3) penilaian terhadap dampan yang ditimbulkan dari kegiatan (impact/ outcome evaluation). Masing-masing bertujuan mengevaluasi hasil program, hanya hasil yang diperoleh antara lain dipengaruhi oleh jangka waktu yang berbeda. Penilaian dampak biasanya dilakukan beberapa usang sehabis kegiatan berakhir, lain halnya penilaian manfaat mungkin lebih cepat pelaksanaannya daripada penilaian dampak. Sedangkan penilaian out-put biasanya dilaukan eksklusif sehabis kegiatan berakhir. Oleh alasannya ialah itu, penilaian manfaat dan dampak kegiatan lebih rumit dan memerlukan pemikiran yang lebih luas dari sekedar scenario kegiatan yang sudah dirancang.
Untuk sanggup merancang kegiatan penilaian pada masing-masing level itu, Stufflebeam mengajukan beberapa langkah yang perlu ditempuh sebagai berikut:
1) Membuat Fokus Evaluasi
a) Identifikasi, level keputusan apa yang utama akan dilayani dengan penilaian tersebut, apakah tingkat local, regional, atau nasional?
b) Untuk tiap level pengambilan keputusan, perkirakan situasi keputusan yang akan dilayani dan gambarkan masing-masing focus, tingkat kekritisan, waktu, dan alternative komposisinya
c) Definisikan criteria untuk masing-masing situasi keputusan dengan membuat: (1) spesifikasi variable untuk kepentingan pengukuran dan (2) standar-standar yang akan digunakan dalam memberi pertimabagan alternative.
d) Definisikan pada area kebijakan mana evaluator harus melaksanakan seluruh kegiatan penilaian
2) Mengumpulkan Informasi
a) Spesifikasikan sumber-sumber informasi yang akan digunakan
b) Spesifikasikan instrument-instrumen dan metode pengumpulan data yang diperlukan
c) Spesifikasikan mekanisme penentuan sample yang akan dilakukan
d) Spesifikasikan kondisi dan kegiatan pelaksanaan pengumpulan data.
3) Mengorganisasikan Informasi
a) Sediakan format-format untuk merekap informasi yang akan dikumpulkan
b) Analisis terhadap informasi yang diperoleh
4) Menganalisis Informasi
a) Pilih mekanisme analisis yang akan digunakan
b) Tentukan teknik-teknik yang dipergunakan dalam analisis
5) Melaporkan Informasi
a) Definisikan siapa yang menjadi target laporan penilaian ini
b) Tentukan teknik penyajian informasi yang akan dipakai
c) Tetapkan format laporan
d) Buat kegiatan pelaporan
6) Administrasi Evaluasi
a) Rangkum kegiatan evaluasi
b) Tetapkan keperluan staf dan sumberdaya serta kegiatan pengadaanya
c) Tentukan teknik-teknik untuk mengadakan keperluan-keperluan pelaksanaan evaluasi
d) Menilai rancangan penilaian yang potensial untuk menyediakan informasi yang valid, reliable, kredibel, sempurna waktu, dan pervasive.
e) Menentukan dan mejadwalkan updating rancangan penilaian secara periodic
f) Menyediakan angaran biaya untuk kegiatan penilaian kegiatan secara total.
Alkin (1969) sebagai Direktur Pusat Kajian Evaluasi di UCLA menyebarkan kerangka kerja penilaian yang hampir parallel dengan pemikiran yang dikemukakan dalam model CIPP. Kerangka kerja penilaian ini lebih popular disebut sebagai UCLA Evaluation Model. Secara garis besar, model penilaian ini terdiri dari lima tipe, yaitu:
1) System Assesment, meyediakan informasi yang berkaitan dengan latar belakang suatu system (identik dengan context evaluation dalam CIPP Model);
2) Program Planning, membantub menentukan program-program yang lebih khusus dan mungkin efektif dalam memenuhi kebutuhan pendidikan tertentu (hamper sama dengan input evaluation);
3) Program Implementation, menyediakan informasi tentang: apakah kegiatan dilaksanakan untuk kelompok target yang sempurna sesuai yang diharapkan;
4) Program Improvement, menyediakan informasi tentang: bagaimana suatu kegiatan berfungsi, apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan berusaha untuk terus dicapai, apakah ada hal-hal yang tidak diharapkan muncul (hampir sama dengan process evaluation);
5) Program Certification, menyediakan informasi perihal nlai dari suatu kegiatan dan kemungkinannya untuk dipergunakan lebih jauh (sama dengan product evaluation).
Belum ada Komentar untuk "✔ Management-Oriented Approach"
Posting Komentar