✔ Evaluasi Berorientasi Tujuan
PENILAIAN BERORIENTASI TUJUAN - . Pendekatan evaluasi yang berorientasi tujuan ini secara teknologis telah merangsang berkembangnya proses-proses perumusan tujuan secara spesifik serta pengembangan atau inovasi instrument-instrumen maupun mekanisme pengukuran yang beragam. Dilihat dari kajian dan literature, pendekatan evaluasi berorientasi tujuan sudah lebih banyak dan terarah kepada perkara bagaimana pendekatan ini diaplikasikan dalam evaluasi di kelas, evaluasi sekolah, evaluasi kegiatan sekolah di satu kabupaten, atau lainnya. Oleh alasannya itu, secara sederhana sanggup dikatakan bahwa kelebihan pendekatan ini ialah gampang dipahami, gampang untuk diimpelementasikan, dan disepakati banyak pendidik sanggup menghasilkan warta yang relevan dengan misi mereka.
Pendekatan ini juga telah mengakibatkan para pendidik merefleksikan dan mengklarifikasi perhatian mereka terhadap pemikiran-pemikiran terdahulu berkaitan dengan ambiguitas tujuan-tujuan pendidikan. Diskusi-diskusi bersama masyarakat wacana tujuan pendidikan yang dianggap paling tepat, dijadikan ajang untuk meningkatkan validitas kegiatan pendidikan yang dilakukan. Dengan behitu, akuntabilitas dan legitimasi kegiatan yang sudah dirancang menjadi lebih kuat. Sebagai hasil dari perhatian berlebih para jago terhadap pendekatan ini ialah berkembangnya tes (ujian) dan praktek-praktek pengukuran lainnya yang broadened unobtrusive and non paper and pencil evidence.
Disamping manfaat dan keungulan sebagaimana dipaparkan di atas, pendekatan ini juga mendapat beberapa kritik yang sekaligus meggambarkan sebagai kelembahan dari pendekatan tersebut. Beberapa kritik yang mengemuka ialah (Worten and Sander, 1987):
1) komponen evaluasi kurang realistis ( lebih memfasilitasi pengukuran dan evaluasi ketercapaian tujuan daripada menghasilkan pertimbangan-pertimbangan tentag kebenaran dan merit secara eksplisit)
2) kurangnya standar untuk memberi pertimbangan pentingnya diskrepansi yang nampak antara tujuan dan kinerja;
3) mengabaikan nilai (value) dari tujuan itu sendiri;
4) mengabaikan alternative penting yang harus dipertimbangkan dalam perencaaan suatu kegiatan pendidikan
5) mengabaikan transaksi yang terjadi selama proses atau aktifitas kegiatan yang dinilai
6) mengabaikan konteks dimana suatu evaluasi dilakukan;
7) mengabaikan tujuan-tujuan penting lainnya diluar yang tujuan yag dirumuskan (termasuk tercapainya tujuan-tujuan yang tidak diharapkan);
8) omit fakta dari nilai suatu kegiatan tidak merefleksikan tujuan
9) mempromosikan evaluasi yang linier dan tidak fleksibel
Dari kesembilan kelemahan tersebut, secara umum sanggup disimpulkan bahwa kelemahan pendekatan evaluasi berorientasi tujuan sanggup menghasilkan suatu tunnel vision yang cenderung membatasi efektifitas dan potensi penilaian.
Untuk melihat lebih jauh kelemahan dan keterbatasan evaluasi dengan pendekatan berorientasi tujuan, dibawah ini ada beberapa pertanyaan penting untuk direnungkan.
1) Siapa bekerjsama yang memutuskan atau merumuskan tujuan pendidikan selama ini?
2) Apakah tujuan-tuuan pendidikan tersebut telah meliputi semua hal yang dianggap penting?
3) Apakah semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pendidikan sudah setuju dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan tersebut?
4) Siapa yang memutuskan criteria keberhasilan atau ketercapaian/ ketidakercapaian tujuan tersebut?
5) Dan pertanyaan-pertanyaan kritis lain yang perlu dipertimbangkan biar evaluasi dengan pendekatan ini tetap mempunyai makna.
Kalau kita simak pertanyaan-pertanyaan di atas, nampaknya sumber kelemahan pendekatan evaluasi yang berorientasi tujuan bukan terletak pada mekanisme pelaksanaan penilaiannya sendiri, tetapi leih pada rancanan kegiatan yang akan dinilai, terutama pada ketika penetapan tujuan-tujuan program. Oleh alasannya itu, penting untuk disadari seorang evaluator bahwa kegiatan evaluasi kegiatan tidak sanggup bangun sendiri terlepas dari kegiatan perencanaan. Apalagi kalau evaluasi akan dilakukan dengan mempergunakan penekatan yang berorientasi tujuan.
Pendekatan ini juga telah mengakibatkan para pendidik merefleksikan dan mengklarifikasi perhatian mereka terhadap pemikiran-pemikiran terdahulu berkaitan dengan ambiguitas tujuan-tujuan pendidikan. Diskusi-diskusi bersama masyarakat wacana tujuan pendidikan yang dianggap paling tepat, dijadikan ajang untuk meningkatkan validitas kegiatan pendidikan yang dilakukan. Dengan behitu, akuntabilitas dan legitimasi kegiatan yang sudah dirancang menjadi lebih kuat. Sebagai hasil dari perhatian berlebih para jago terhadap pendekatan ini ialah berkembangnya tes (ujian) dan praktek-praktek pengukuran lainnya yang broadened unobtrusive and non paper and pencil evidence.
Disamping manfaat dan keungulan sebagaimana dipaparkan di atas, pendekatan ini juga mendapat beberapa kritik yang sekaligus meggambarkan sebagai kelembahan dari pendekatan tersebut. Beberapa kritik yang mengemuka ialah (Worten and Sander, 1987):
1) komponen evaluasi kurang realistis ( lebih memfasilitasi pengukuran dan evaluasi ketercapaian tujuan daripada menghasilkan pertimbangan-pertimbangan tentag kebenaran dan merit secara eksplisit)
2) kurangnya standar untuk memberi pertimbangan pentingnya diskrepansi yang nampak antara tujuan dan kinerja;
3) mengabaikan nilai (value) dari tujuan itu sendiri;
4) mengabaikan alternative penting yang harus dipertimbangkan dalam perencaaan suatu kegiatan pendidikan
5) mengabaikan transaksi yang terjadi selama proses atau aktifitas kegiatan yang dinilai
6) mengabaikan konteks dimana suatu evaluasi dilakukan;
7) mengabaikan tujuan-tujuan penting lainnya diluar yang tujuan yag dirumuskan (termasuk tercapainya tujuan-tujuan yang tidak diharapkan);
8) omit fakta dari nilai suatu kegiatan tidak merefleksikan tujuan
9) mempromosikan evaluasi yang linier dan tidak fleksibel
Dari kesembilan kelemahan tersebut, secara umum sanggup disimpulkan bahwa kelemahan pendekatan evaluasi berorientasi tujuan sanggup menghasilkan suatu tunnel vision yang cenderung membatasi efektifitas dan potensi penilaian.
Untuk melihat lebih jauh kelemahan dan keterbatasan evaluasi dengan pendekatan berorientasi tujuan, dibawah ini ada beberapa pertanyaan penting untuk direnungkan.
1) Siapa bekerjsama yang memutuskan atau merumuskan tujuan pendidikan selama ini?
2) Apakah tujuan-tuuan pendidikan tersebut telah meliputi semua hal yang dianggap penting?
3) Apakah semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pendidikan sudah setuju dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan tersebut?
4) Siapa yang memutuskan criteria keberhasilan atau ketercapaian/ ketidakercapaian tujuan tersebut?
5) Dan pertanyaan-pertanyaan kritis lain yang perlu dipertimbangkan biar evaluasi dengan pendekatan ini tetap mempunyai makna.
Kalau kita simak pertanyaan-pertanyaan di atas, nampaknya sumber kelemahan pendekatan evaluasi yang berorientasi tujuan bukan terletak pada mekanisme pelaksanaan penilaiannya sendiri, tetapi leih pada rancanan kegiatan yang akan dinilai, terutama pada ketika penetapan tujuan-tujuan program. Oleh alasannya itu, penting untuk disadari seorang evaluator bahwa kegiatan evaluasi kegiatan tidak sanggup bangun sendiri terlepas dari kegiatan perencanaan. Apalagi kalau evaluasi akan dilakukan dengan mempergunakan penekatan yang berorientasi tujuan.
Belum ada Komentar untuk "✔ Evaluasi Berorientasi Tujuan"
Posting Komentar