✔ Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Pengawasan Pendidikan

Setidaknya ada dua cara dalam membuatkan instrumen (alat ukur), yaitu: (1) dengan membuatkan sendiri; dan (2) dengan cara menyadur (adaptation). Sehubungan dengan pengembangan instrumen pengawasan sekolah, untuk mengawasi bidang-bidang garapan manaje- men sekolah, seorang pengawas sanggup membuatkan sendiri instrumen pengawasannya. Di sampng itu, ia pun sanggup memakai instrumen yang sudah ada, baik instrumen yang telah dipakai dalam pengawasan sekolah sebelumnya maupun berupa instrumen baku literatur yang relevan..

Sebenarnya aktivitas pengawasan identik dengan aktivitas peneli-tian. Setidaknya, dalam langkah-langkah penyusunan instrumen. Seperti diketahui, berdasarkan Natawidjaja (Komala, 2003: 59) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuatkan sendiri instrumen penga- wasan sekolah. Langkah-langkah tersebut sanggup mengikuti tahapan berikut:
1.    Menentukan problem penelitian (bidang yang akan diawasi)
2.    Menentukan variabel (yang diawasi)
3.    Menentukan instrumen yang akan digunakan.
4.    Menjabarkan berdiri setiap variabel.
5.    Menyusun kisi-kisi.
6.    Penulisan butir-butir insrtrumen.
7.    Mengkaji ulang instrumen tersebut yang dilakukan oleh peneliti (pengawas) sendiri dan oleh andal ahli (melalui judgement).
8.    Penyusunan perangkat instrumen sementara.
9.    Melakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui: (a) apakah instrumen itu sanggup diadministrasikan; (b) apakah setiap butir instru- men itu sanggup dan dipahami oleh subjek penelitian (pengawasan); (c) mengetahui validitas; dan (d) mengetahui reliabilitas.
10.    Perbaikan instrumen sesuai hasil uji coba.
11.    Penataan kembali perangkat instrumen yang terpakai untuk memper- oleh data yang akan digunakan.


Sedangkan bila pengawas (peneliti) ingin membuatkan instru- men dengan mekanisme pembiasaan (menyadur), maka langkah-langkah yang sanggup dilakukan yakni sebagai berikut:
1.    Penelaahan instrumen orisinil dengan mempelajari panduan umum (manual) instrumen dan butir-butir instrumen. Hal itu dilakukan untuk memahami (a) berdiri variabel; (b) kisi-kisinya; (c) butir-butirnya; (d) cara penafsiran jawaban.
2.    Penerjemahan setiap butir instrumen ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan dilakukan oleh dua orang secara terpisah.
3.    Memadukan keduan hasil terjemahan oleh keduanya.
4.    Penerjemahan kembali ke dalam bahasa aslinya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran penerjemahan tadi.
5.    Perbaikan butir instrumen bila diperlukan.
6.    Uji pemahaman subjek terhadap butir instrumen.
7.    Uji validitas instrumen.
8.    Uji reliabilitas instrumen.

Dengan mengacu pada pendapat Crocker dan Algina (Komala, 2003: 60-61), ada sebelas langkah yang sanggup ditempuh untuk mengon- struksikan sebuah instrumen yang standar, yaitu:
1.    Menentukan tujuan utama penggunaan instrumen
2.    Menentukan tingkah laris yang menggambarkan konstruk yang hen- dak diukur atau menentukan domain.
3.    Menyiapkan spesifikasi instrumen, memutuskan proporsi butir yang harus terpusat pada setiap jenis tingkah laris yang ditentukan pada langkah 2.
4.    Menentukan pool awal butir.
5.    Mengadakan penelaahan kembali terhadap butir-butir yang diperoleh pada langkah 4 dan melaksanakan revisi bila perlu.
6.    Melaksanakan uji coba butir pendahuluan dalam melaksanakan revisi bila perlu.
7.    Melaksanakan uji lapangan terhadap terhadap butir-butir hasil langkah 6 pada sampel yang besar yang mewakili populasi untuk siapa instrumen ini dimaksudkan.
8.    Menentukan ciri-ciri statistik skor butir, dan apabila perlu, sisihkan butir-butir yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
9.    Merencanakan dan melaksanakan pengkajian reliabilitas dan validitas untuk bentuk selesai instrumen.
10.    Mengembangkan panduan pengadministrasian, penskoran dan penaf- siran skor instrumen.

Pemilihan instrumen pengawasan sekolah harus didasarkan kepada rambu-rambu yang tepat. Sehingga jenis instrumen yang dipilih benar-benar sesuai untuk mengumpulkan data pengawasan secara tepat. Adapun rambu-rambu yang sanggup dipakai sebagai pola dalam pemilihan instrumen pengumpulan data pengawasan sekoah sanggup dilihat pada tabel di bawah ini (Arikunto, 1988: 52).

Menurut Arikunto (1988: 48-52), langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun instrumen apapun, termasuk instrumen penga- wasan sekolah yakni sebagai berikut:
1.    Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun.
Bagi para peneliti atau pengawas sekolah pemula, merumuskan tujuan menyerupai ini tidak lazim. Padahal sesungguhnya langkah ini sangat perlu. Tidak mungkin kiranya atau apabila mungkin akan sukar sekali dilakukan, menyusun instrumen tanpa tahu untuk apa data itu terkum- pul, apa yang harus dilakukan sehabis itu apa fungsi setiap jawab dalam setiap butir bagi balasan problematikan dan sebagainya. Contoh: Tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data perihal besarnya minat mencar ilmu dengan modul.
2.    Membuat kisi-kisi yang mencanangkan perihal perincian variabel dan jenis instrumen yang akan dipakai untuk mengukur potongan variabel yang bersangkutan.
Contoh: Untuk mengumpulkan data perihal aktivitas mencar ilmu mengajar di kelas diharapkan angket, wawancara, observasi, dan dokumen. Kisi-kisinya yakni sebagai berikut:


3.    Membuat butir-butir instrumen
Sesudah mempunyai kisi-kisi menyerupai contoh di atas, langkah evaluasi berikutnya yakni menciptakan butir-butir instrumen. Yang tertera pada kolom–kolom disebelah kanan yakni wawancara, angket, observasi dan dokumentasi. Keempatnya memperlihatkan jenis aktivitas yang akan dilakukan oleh penilai dalam mengumpulkan data. Untuk sanggup melaksanakan pengumpulan data dengan baik, penilai dilengkapi dengan instrumen (alat) supaya pekerjaan sanggup dilakukan secara sistematis, menghemat waktu dan data yang diperoleh sudah tersusun.
Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi peneliti atau pengawas sekolah pemula, kiprah menyusun instrumen merupakan pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaannya, mereka menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah  tahu bahwa langkah awal yakni menciptakan kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak mengherankan kalau banyak di antara pengawas yang merasa kesulitan.
Tanda-tanda () yang tertera pada kisi-kisi di atas memperlihatkan isi mengenai informasi yang akan dijaring dengan instrumen yang tertulis pada judul kolom. Dalam contoh terlihat bahwa butir-butir pada wawancara untuk siswa dan angket untuk siswa tidak cukup banyak. Dalam keadaan menyerupai ini, jikalau pengawas penghendaki, sanggup dipilih salah satu saja. Setiap instrumen mengandung kebaikan dan kelemahan. Untuk itu harap mempelajari butir-butir penelitian perihal instrumen penelitian.

4.    Menyunting instrumen
Apabila butir-butir instrumen sudah selesai dilakukan, maka penilai atau pengawas melaksanakan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen yaitu mengadakan penyuntingan (editing). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap-tahap ini adalah:
a.    Mengurutkan butir berdasarkan sistematika yang dikehendaki penilai atau pengawas untuk mempermudah pengolahan data.
b.    Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya.
c.    Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang lain. Untuk pemikiran wawancara, pemikiran pengamatan (observasi) dan pemikiran dokumentasi hanya identitas yang menunjuk pada sumber data dan identitas pengisi.

Angket dengan huruf-huruf yang terang dan dengan wajah depan yang menarik akan mendorong responden untuk bersedia mengisinya. Berhubungan dengan keengganan responden untuk mengisi angket, Borg dan Gall (Arikunto, 1988: 50) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a.    Angket perlu dibentuk menarik penampilannya dengan tata letak karakter atau warna tertentu.
b.    Usahakan supaya responden sanggup mengisi dengan cara yang semudah-mudahnya.
c.    Setiap lembar perlu diberi nomor halaman.
d.    Tuliskan nama dengan terang pada kepada siapa angket tersebut sanggup dikembalikan.
e.    Petunjuk pengisian dibentuk singkat, terang dan dengan cetakan yang berbeda dengan butir-butir pertanyaan.
f.    Bila perlu, sebaiknya diberi contoh pengisian sebelum butir pertanyaan pertama.
g.    Urutan pertanyaan diusahakan sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi pengisi untuk mengorganisasikan pikirannya untuk menjawab.
h.    Butir pertanyaan pertama diusahakan yang gampang pengisiannya, menarik dan tidak menekan perasaan.
i.    Butir pertanyaan yang menyangkut informasi yang sangat penting jangan diletakkan di belakang.
j.    Pernyataan setiap butir supaya dibentuk sejelas-jelasnya, terutama mengenai inti dari hal yang diselidiki.

Untuk mengakhiri klarifikasi perihal penyusunan instrumen, berikut ini ditambahkan kondensi aturan-aturan penulisan butir angket. Beberapa hukum dimaksud hampir sama persis dengan aturan-aturan penyusunan tes objektif. Aturan-aturan tersebut berdasarkan Arikunto (1988: 50-51), yaitu:
a.    Hindarkan penggunaan kata-kata ”kebanyakan”, ”sebagian besar”, ”biasanya” yang tidak mempunyai arti terang dalam jumlah.
b.    Rumusan yang pendek lebih baik daripada yang panjang sebab kalimat yang pendek akan lebih gampang dipahami.
c.    Rumusan negatif seyogyanya dihindari atau dikurangi sampai sesedikit mungkin. Untuk menciptakan butir arti terbalik (inverse), jikalau terpaksa memakai kata yang menunjuk pada arti negatif hendaknya digarisbawahi.
d.    Tidak boleh menciptakan butir yang mengandung dua pengertian, misalnya: ”Pendekatan menjadi tanggung jawab orang renta masyarakat dan negara, hasilnya maka orang renta asuh perlu diharuskan untuk anggota masyarakat yang mampu”. Terhadap pernyataan tesebut responden sanggup baiklah terhadap pernyataan pertama tetapi tidak untuk yang kedua.
e.    Hindari penggunaan kata-kata atau kalimat-kalimat yang membingungkan. Ingat bahwa angket merupakan daftar pertanyaan yang  diisi oleh responden pada waktu mereka tidak berdekatan degan penyusun. Oleh sebab itu, semua kata, kalimat atau kumpulan kalimat harus jelas.
f.    Hindari ”pengarahan terselubung”. Penyusun instrumen tidak dibenarkan sedikit atau banyak memperlihatkan ”isyarat pancingan” (hint) yang menimbulkan responden menentukan suatu alternatif tertentu.

Belum ada Komentar untuk "✔ Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Pengawasan Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel