✔ Polemik Buku Pelajaran Sd Berbau Pornografi
Temuan buku pelajaran dengan konten yang dianggap berbau porno kembali terjadi. Kali ini buku diduga memuat konten porno ditemukan di Pasaman, Sumatera Barat. Buku Pendidikan Jasmani dan Kesehatan kelas 5 (lima) serta buku IPA kelas 6 diketahui berisi soal dan bahan yang terlalu vulgar untuk anak usia SD. Kasus ini semakin menjadi perhatian lantaran buku karangan Dadan Heryana dan Giri Verianti diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010.
Dikutip dari jpnn.com, anggota dewan perwakilan rakyat dari Komisi X dan DPRD setempat eksklusif bereaksi begitu mengetahui kabar beredarnya konten porno di kawasan tersebut. Mereka meminta Kemdikbud segera menariknya dan melarang peredarannya. Sikap inipun sejalan dengan cita-cita sejumlah orang bau tanah yang memprotes keberadaan buku ini.
Namun, ternyata pandangan ini tak sejalan dengan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), tubuh yang bertanggungjawab terhadap buku-buku yang diterbitkan Kemdikbud. Mereka enggan menarik buku ini dengan alasan pada tahun 2007 kemudian telah membahasnya bantu-membantu antara penerbit, psikolog anak, pakar-pakar kesehatan dari Universitas Indonesia, dokter serta BSNP sendiri.
Bambang Suryadi dari BSNP menyebutkan, para psikolog dan andal beropini bahwa dalam buku pendidikan kesehatan memang ada yang khusus membahas kesehatan reproduksi. Tujuannya yakni melindungi belum dewasa dari kejahatan seksual. Selain itu, pemilihan kata atau istilah yang dianggap vulgar, tidak lain lantaran sulit mencari kata yang sanggup menyamarkannya. Seperti pola nama alat kelamin laki-laki atau perempuan, mustahil diganti istilahnya dengan yang lain. Jika diganti, justru akan membahayakan lantaran anak akan meraba-raba dan membayangkan dengan pikirannya sendiri.
Seperti diketahui, kasus muatan porno dalam buku pelajaran siswa SD bukan yang pertama kali, namun sudah sering terjadi. Beberapa yang pernah mencuat ke publik diantaranya kamus bahasa Inggris di salah satu SD di Tegal, Jawa Tengah beberapa tahun lalu, dimana di dalam di dalam buku itu ada ilustrasi gambar yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh siswa SD. Kemudian buku pelajaran yang ditemukan di sebuah SD di Pasekaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, pada mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Di dalam buku tersebut terdapat bahan yang terlalu vulgar, menyerupai organ vital laki-laki dan wanita, korelasi intim laki-laki dan wanita, hingga pembuahan oleh sperma.
Selain itu juga buku-buku nonteks pelajaran yang beredar di perpustakaan Kebumen pada tahun 2012. Buku ini tersebar di kalangan SD dan eksklusif memicu Dinas Pendidikan setempat untuk menariknya. Pasalnya dalam buku tersebut terdapat bahan mengenai korelasi seks yang tidak menjadikan kehamilan.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Kemdikbud –melalui BSNP- menolak pengaduan masyarakat wacana keberadaan buku yang berbau pornografi. Terlepas bahwa buku ini telah di-review oleh pakar, ada satu pernyataan dari BSNP yang menarik disimak, yakni tawaran untuk menyesuaikan bahan pendidikan seks dengan konteks lokal. Selama ini, pembahasan pendidikan seks terbilang masih tabu, utamanya di kawasan yang jauh dari perkotaan.
Inilah akar polemik permasalahan ini. Di satu sisi, masyarakat menilai istilah-istilah vulgar tidak layak ditampilkan di depan anak-anak. Anak usia SD belum waktunya mengenal konten-konten tersebut. Sementara BSNP sendiri menilai perlunya pengenalan bahan tersebut sedini mungkin. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan wacana bahan seks sanggup memicu terjadinya kejahatan seksual, baik sebagai pelaku maupun korban. Terlihat terperinci dua pandangan ini saling bertentangan, namun tujuannya sama.
Sebagai salah satu institusi yang berada di garis terdepan dalam pelatihan adat dan moral, sekolah sejatinya perlu melaksanakan seleksi terhadap buku-buku yang masuk di lembaganya secara periodik, yakni saat ada buku gres yang masuk. Tugas ini tidak harus dibebankan pada guru semata, melainkan sanggup melalui pengawas sekolah maupun forum penjamin mutu pendidikan. Bila ada bahan yang oleh norma setempat masih dianggap tabu, sebaiknya lebih berhati-hati dalam menyampaikan. Bukan berarti dihindari. Sebab dari kejadian yang pernah ada, kejahatan seksual tidak pernah sekalipun disebabkan oleh buku pelajaran, namun lantaran faktor luar menyerupai tayangan di televisi, video di internet, maupun pergaulan yang tidak tepat.
Sekolah yang diperlukan melindungi belum dewasa dari hal negatif semacam itu harus berani memmberikan penjelasan, sesuai tingkat usia siswa dan memakai cara-cara yang tepat.
Belum ada Komentar untuk "✔ Polemik Buku Pelajaran Sd Berbau Pornografi"
Posting Komentar