✔ Tingkat Berpikir Kreatif
Tingkat Berpikir Kreatif - . Terdapat tiga tingkat berpikir kreatif. Semiawan (1990) mengemukakan tiga tingkat kreativitas yang masing-masing tingkat mempunyai ciri kognitif dan afektif. Tingkatan kreatif meliputi: (a) fungsi divergen; (b) proses pemikiran dan perasaan yang majemuk; dan (c) keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata.
1. Tingkat I: Fungsi Divergen
Tingkat ini merupakan awal proses kreatif. Anak yang melaksanakan latihan pada tingkat ini akan menyebarkan kemampuan divergen, yaitu keterbukaan terhadap banyak sekali kemungkinan. Secara kognitif anak menyebarkan fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan dari kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan keterincian (elaboration) dalam berpikir.
Selanjutnya Semiawan menjelaskan, bahwa tingkat pertama yang disebut tingkat kreatif meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan mendapatkan kesamaran atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap duduk kasus dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, kesadaran, dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tingkat ini merupakan landasan atau dasar di mana mencar ilmu kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini meliputi sejumlah metode dan teknik yang sanggup dipandang sebagai dasar dari mencar ilmu kreatif.
Pengawas sanggup mendorong diri sendiri dan orang lain untuk terbuka terhadap hal-hal baru, menyebarkan kepekaan terhadap banyak sekali permasalahan yang dihadapi orang lain dalam sitasi yang dihadapi alasannya yakni latar belakang dirinya, serta keberanian untuk menanggung resiko kemungkinan apa yang dikerjakan salah atau gagal. Menanamkan pikiran pada diri sendiri maupun orang lain bahwa kesuksesan yakni kemauan untuk bangun dari kegagalan. Kesuksesan yakni 9 kali gagal dengan 10 kali bangun .
2. Tingkat II: Proses pemikiran dan perasaan yang beragam
Pada tingkat ini terjadi peningkatan kemampuan kreatif serta ciri afektif dan kognitif anak lebih diperluas dan diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu, termasuk juga transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, dan pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metaphor).
Segi afektif pada tingkat ini meliputi keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan imajinasi dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan “keselamatan” psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Terdapat pementingan yang nyata pada pengembangan kesadaran yang meningkat, keterbukaan fungsi-fungsi pra-sadar, dan kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan pribadi.
Pengawas mendorong diri dan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menjadi individu yang siap mendapatkan kritik sebagai bab dari pandangan yang berbada atau pandangan dari sudut pandang lain terhadap suatu objek atau permasalahan yang dihadapi. Pada suatu kritik selalu terdapat dimensi yang luput dari perhatian awal. Kritik yang disertai kondisi emosional sekalipun mengandung unsur yang tidak menjadi perhatian penggerak inspirasi alasannya yakni kekurang pekaan terhadap permasalahan yang mungkin dihadapi oleh orang lain terhadap suatu keadaan.
3. Tingkat III: Keterlibatan dalam tantangan-tantangan yang nyata
Proses kreatif pada tingkat pertama dan kedua merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kreatif terhadap permasalahan dan tantangan yang nyata. Anak mengalami keterlibatan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan yang diarahkannya sendiri. Siswa mencar ilmu kreatif mengarah pada identifikasi tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang berarti, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah-masalah itu, dan pengelolaan sumber-sumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk (Semiawan, 1990).
Pada tingkat III meliputi internalisasi nilai-nilai dan sistem nilai (Kratwohl dkk., 1964), keterikatan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari pengungkapan (aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968).
Pengawas mendorong diri dan pendidik di lingkungan binaan untuk mengajukan banyak sekali pertanyaan yang berkenaan dengan objek yang mungkin secara nyata dan mungkin dalam imajinasi dan menimbulkan pertayaan-pertanyaan tersebut sebagai stimulasi tantangan untuk menuntaskan permasalahan. Memikirkan banyak sekali sumber daya dalam diri dan lingkungan yang sanggup dimanfaatkan atau terkait dengan permasalahan sehingga berkontribusi menghasilkan solusi yang efektif. Jangan pernah takut untuk mencoba hal baru, berpikir positif apa manfaat atau laba yang sanggup diperoleh, lakukan dengan bahagia sebagai pengalaman pembelajaran maka kita menemukan dunia yang terbuka lebar dengan banyak sekali kemungkinan.
1. Tingkat I: Fungsi Divergen
Tingkat ini merupakan awal proses kreatif. Anak yang melaksanakan latihan pada tingkat ini akan menyebarkan kemampuan divergen, yaitu keterbukaan terhadap banyak sekali kemungkinan. Secara kognitif anak menyebarkan fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan dari kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan keterincian (elaboration) dalam berpikir.
Selanjutnya Semiawan menjelaskan, bahwa tingkat pertama yang disebut tingkat kreatif meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan mendapatkan kesamaran atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap duduk kasus dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, kesadaran, dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tingkat ini merupakan landasan atau dasar di mana mencar ilmu kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini meliputi sejumlah metode dan teknik yang sanggup dipandang sebagai dasar dari mencar ilmu kreatif.
Pengawas sanggup mendorong diri sendiri dan orang lain untuk terbuka terhadap hal-hal baru, menyebarkan kepekaan terhadap banyak sekali permasalahan yang dihadapi orang lain dalam sitasi yang dihadapi alasannya yakni latar belakang dirinya, serta keberanian untuk menanggung resiko kemungkinan apa yang dikerjakan salah atau gagal. Menanamkan pikiran pada diri sendiri maupun orang lain bahwa kesuksesan yakni kemauan untuk bangun dari kegagalan. Kesuksesan yakni 9 kali gagal dengan 10 kali bangun .
2. Tingkat II: Proses pemikiran dan perasaan yang beragam
Pada tingkat ini terjadi peningkatan kemampuan kreatif serta ciri afektif dan kognitif anak lebih diperluas dan diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu, termasuk juga transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, dan pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metaphor).
Segi afektif pada tingkat ini meliputi keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan imajinasi dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan “keselamatan” psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Terdapat pementingan yang nyata pada pengembangan kesadaran yang meningkat, keterbukaan fungsi-fungsi pra-sadar, dan kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan pribadi.
Pengawas mendorong diri dan tenaga pendidik dan kependidikan untuk menjadi individu yang siap mendapatkan kritik sebagai bab dari pandangan yang berbada atau pandangan dari sudut pandang lain terhadap suatu objek atau permasalahan yang dihadapi. Pada suatu kritik selalu terdapat dimensi yang luput dari perhatian awal. Kritik yang disertai kondisi emosional sekalipun mengandung unsur yang tidak menjadi perhatian penggerak inspirasi alasannya yakni kekurang pekaan terhadap permasalahan yang mungkin dihadapi oleh orang lain terhadap suatu keadaan.
3. Tingkat III: Keterlibatan dalam tantangan-tantangan yang nyata
Proses kreatif pada tingkat pertama dan kedua merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kreatif terhadap permasalahan dan tantangan yang nyata. Anak mengalami keterlibatan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan yang diarahkannya sendiri. Siswa mencar ilmu kreatif mengarah pada identifikasi tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang berarti, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah-masalah itu, dan pengelolaan sumber-sumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk (Semiawan, 1990).
Pada tingkat III meliputi internalisasi nilai-nilai dan sistem nilai (Kratwohl dkk., 1964), keterikatan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari pengungkapan (aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968).
Pengawas mendorong diri dan pendidik di lingkungan binaan untuk mengajukan banyak sekali pertanyaan yang berkenaan dengan objek yang mungkin secara nyata dan mungkin dalam imajinasi dan menimbulkan pertayaan-pertanyaan tersebut sebagai stimulasi tantangan untuk menuntaskan permasalahan. Memikirkan banyak sekali sumber daya dalam diri dan lingkungan yang sanggup dimanfaatkan atau terkait dengan permasalahan sehingga berkontribusi menghasilkan solusi yang efektif. Jangan pernah takut untuk mencoba hal baru, berpikir positif apa manfaat atau laba yang sanggup diperoleh, lakukan dengan bahagia sebagai pengalaman pembelajaran maka kita menemukan dunia yang terbuka lebar dengan banyak sekali kemungkinan.
Belum ada Komentar untuk "✔ Tingkat Berpikir Kreatif"
Posting Komentar