✔ Teknik Mengajar Bahan Kontroversial G30s Pki
Tepat di hari terjadinya pemberontakan G30S PKI, seluruh instansi pemerintah, termasuk sekolah diintruksikan memasang bendera setengah tiang sebagai bentuk mengenang salah satu sisi kelam sejarah bangsa. Peristiwa ini telah membawa luka yang sangat dalam bagi mereka yang terlibat, utamanya keluarga para korban pasca tragedi 1965.
Demikian juga dengan pihak yang dituduh sebagai anggota PKI yang mendapatkan perlakuan diluar perikemanusiaan (dalam batasan Peristiwa 1 Oktober 1965), meskipun tuduhan itu belum terbukti.
Beberapa waktu lalu, sempat menjadi perbincangan nasional perihal siapa pihak yang dianggap bersalah dalam tragedi ini. Indonesia, dalam hal ini diwakili pemeritah diminta meminta maaf kepada dunia internasional atas terjadinya tragedi 1965 yang disebut sebagai pelanggaran HAM berat. Hebatnya, pemerintah dengan tegas menolaknya. Pemerintah telah memberi rujukan penting bagaimana menjaga harkat dan martabat bangsa, meskipun kronologis maupun pihak yang disangkakan bersalah menyeruak dalam versi yang berbeda-beda.
Kejadian tersebut memberi sinyal bahwa pemahaman perihal bahan ini harus menyeluruh, tidak sepotong-potong. Dalam mengajarkan bahan ini di kelas, guru harus membedakannya dengan tragedi sejarah lain, dan meletakkannya pada kadar yang proporsional. Guru juga harus mempertimbangkan bahwa bahan ini tergolong kontroversial dan sensitif alasannya ialah ada kemungkinan siswa merupakan salah satu dari anggota keluarga dari pelaku atau korban. Latar belakang ini kadang menghipnotis kondisi psikologis siswa bahkan ketika hanya mendengar kata G30S/PKI.
Kejadian-kejadian ibarat pembantaian masal orang-orang yang dituduh sebagai PKI maupun dari anggota PKI itu sendiri tanpa proses pengadilan, dimana para korban dihujat dan dibantai memakai tangan rakyat dan militer. Proses pengucilan dalam masyarakat yang dirasakan sepanjang hidup oleh keturunan atau yang dianggap PKI atau eks PKI, meskipun belum tentu mereka yang dikucilkan ialah benar-benar keturunan atau anggota PKI dan atau bahkan terlibat dalam tragedi 1965.
Semua itu perlu dijadikan pertimbangan dalam menyebarkan bahan serta memilih teknik pembelajaran yang tepat. Pembelajaran yang sempurna akan menimbulkan siswa berpikir bahwa meski sensitif, bahan ini tetap terbuka untuk didiskusikan.
Peristiwa ini sebetulnya sarat akan nilai sebagai dasar pembentuk huruf bangsa. Beberapa nilai yang sanggup ditanamkan dari tragedi ini ialah nasionalis, kemanusiaan, dan keadilan. Jiwa nasionalis akan terbentuk kalau siswa memposisikan diri sebagai pihak yang netral, tanpa mengikutkan kakek saya, ormas saya, lingkungan saya sebagai pihak pelaku atau korban. Sehingga ia tidak menonjolkan aspek emosional dalam mempelajarinya, tapi lebih focus pada pikiran sehat terhadap segala aspek mulai dari tragedi yang menjadi penyebabnya, kronologis tragedi itu sendiri, juga tragedi pasca 30 September 1965.
Penalaran kritis juga akan menuntun siswa mempunyai kepekaan dan kesadaran perihal adanya kepentingan dibalik penceritaan yang selama ini dimunculkan. Seperti diketahui, tragedi ini diceritakan dalam versi yang berbeda-beda. Penceritaan kala orde gres yang menyatakan begitu bengisnya PKI dalam tragedi 1965 mulai menerima keraguan di kala reformasi. Inila yang perlu dipahami siswa. Alih-alih mengiyakan apa saja yang selama ini dianggap sebagai tragedi yang benar, mereka justru tampil sebagai langsung yang kritis dalam memandang setiap jalannya tragedi sejarah.
Teknik Mengajar Materi G30S PKI
Ada beberapa teknik yang sanggup dilakukan dalam menginternalisasi nilai nasionalis, kemanusiaan, dan keadilan pada bahan “Peristiwa G30S PKI”:
1. Memutar beberapa film perihal Peristiwa G30S PKI.
Selama ini, film masih menjadi media yang efektif untuk mengubah bahan yang abnormal menjadi lebih konkret. Melalui film, siswa lebih gampang melaksanakan proses konstruksi dalam ruang imajinasi untuk memahami nilai yang terkandung di dalamnya.
Media film menjadi penting manakala bahan yang diajarkan bersifat abstrak, ibarat tragedi sejarah. Khusus untuk bahan ini, jauh lebih penting daripada itu ialah memutar lebih dari satu film. Apa alasannya? Target kita dalam pembelajaran ini bukanlah semata mengajak siswa menonton tragedi ini (aktifitas yang sanggup dilakukan siswa tiap saat), namun lebih pada analisis perihal perbandingan antara film satu dengan lainnya. Film-film seperti“G30S” versi Orde Baru, “Saksi dan Pelaku Sejarah 1965”atau lainnya telah banyak beredar di Youtube.
Berangkat dari acara menganalisis ini, siswa diarahkan untuk menciptakan perbandingan antara film yang satu dengan yang lain. Sehingga nantinya diketahui adakah penyampaian sejarah yang sengaja disimpangkan dengan tujuan tertentu. Dengan kata lain terjadi pembohongan publik atas sejarah tragedi 1965. Dari permasalahan ini guru sanggup menjelaskan keterkaitan antara penyimpangan ini dengan dampak negatif yang dimbulkannya. Sehingga siswa mempunyai kesadaran akan pentingnya kejujuran, tidak hanya dalam batas pernyataan tetapi hingga pada tindakan.
2. Menyeleksi adegan film yang sesuai dengan nilai yang ingin dikembangkan.
Menyeleksi adegan atau sekedar obrolan dalam sebuah film membutuhkan kejelian, semoga pecahan adegan tersebut sanggup menjadi perangsang dalam menyebarkan kepekaan siswa terhadap tragedi 1965. Misalnya ketika guru ingin membangun nilai nasionalis. Maka adegan yang dimunculkan didominasi oleh para pendekar revolusi yang menggadaikan nyawanya untuk mempertahankan NKRI. Sedangkan untuk nilai kemanusiaan, guru sanggup menampilkan adegan kesaksian dari para korban diskriminasi akhir tragedi ini, yang sebetulnya tidak ikut terlibat namun mendapatkan pengucilan maupun penyiksaan.
Terkait dengan pendidikan nilai ini, siswa diperlukan sanggup dengan benar-benar memahami dan tertanam akan pentingnya perilaku nasionalisme, kemanusiaan, dan keadilan. Nilai positif yang tidak hanya diucapkan, namun mewujud nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Belum ada Komentar untuk "✔ Teknik Mengajar Bahan Kontroversial G30s Pki"
Posting Komentar