✔ Kekeliruan Yang Terjadi Dalam Pengujian Hipotesis Berdasarkan Arikunto
| Telah berkali-kali disebutkan bahwa perumusan hipotesis dilakukan secara hati-hati sehabis peneliti memperoleh materi yang lengkap berdasarkan landasan teori yang kuat. Namun demikian rumusan hipotesis tidak selamanya benar.
Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinya benar, tetapi sehabis data terkumpul dan dianalisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi sehabis dicocokkan dengan datanya, hipotesis yang salah tersebut terbukti, Keadaan ini akan berbahaya, apabila mengenai hipotesis wacana sesuatu yang berbahaya.
Contoh: Belajar tidak mensugesti prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata bawah umur yang tidak mencar ilmu sanggup lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tersebut terbukti.
Tentu saja kesimpulan ini salah berdasarkan norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin benar. Akibatnya sanggup berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah ialah perumusan hipotesisnya. Dalam hal lain sanggup terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Apabila terjadi hal yang demikian kita dilarang menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan lantaran kesalahan sampel, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang mengubah kekerabatan antara variabel mencar ilmu dan variabel prestasi yang pada ketika pengujian hipotesis ikut berperan.
Misalnya: Faktor untung-untungan, faktor soal tes yang sudah bocor, faktor menyontek, dan sebagainya.
Untuk memperjelas keterangan, berikut ini disampaikan matriks macam kekeliruan ketika menciptakan kesimpulan wacana hipotesis pada umumnya.
Selanjutnya ditentukan bahwa probabilitas melaksanakan kekeliruan macam l dinyatakan dengan a (alpha), sedangkan melaksanakan kekeliruan macam ll dinyatakan dengan [3 (beta). Nama-nama ini akibatnya dipakai untuk memilih jenis kesalahan.
Misalnya: peneliti menetapkan kesalahan a = 1% berarti bahwa kalau kita menerapkan kesimpulan penelitian kita, akan ada penyimpangan sebanyak1°/o. Besarkecilnya risiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau kesediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
Kesalahan tipe 1 ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang berwujud besarnya probabilitas kalau hasil penelitian terhadap sampel akan diterapkan pada populasi. Besarnya taraf signifikansi ini pada umumnya sudah diterapkan terlebih dahulu contohnya 0,15; 0,5; 0,01, dan sebagainya.
Pada umumnya untuk penelitian-penelitian di bidang ilmu pendidikan dipakai taraf signifikansi 0,05 atau 0,01 , sedangkan untuk peneliti obat-obatan yang risikonya menyangkut jiwa manusia, diambil 0,005 atau 0,001 , bahkan mungkin 0,0001.
Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikansi 5% berarti sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%, artinya apabila kesimpulan tersebut diterapkan pada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.
Sumber:
Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 114-115.
Benar dan tidaknya hipotesis tidak ada hubungannya dengan terbukti dan tidaknya hipotesis tersebut. Mungkin seorang peneliti merumuskan hipotesis yang isinya benar, tetapi sehabis data terkumpul dan dianalisis ternyata bahwa hipotesis tersebut ditolak, atau tidak terbukti. Sebaliknya mungkin seorang peneliti merumuskan sebuah hipotesis yang salah, tetapi sehabis dicocokkan dengan datanya, hipotesis yang salah tersebut terbukti, Keadaan ini akan berbahaya, apabila mengenai hipotesis wacana sesuatu yang berbahaya.
Contoh: Belajar tidak mensugesti prestasi. Dari data yang terkumpul, memang ternyata bawah umur yang tidak mencar ilmu sanggup lulus. Maka ditarik kesimpulan bahwa hipotesis tersebut terbukti.
Tentu saja kesimpulan ini salah berdasarkan norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin benar. Akibatnya sanggup berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa bahwa tidak ada gunanya mereka belajar. Yang salah ialah perumusan hipotesisnya. Dalam hal lain sanggup terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Apabila terjadi hal yang demikian kita dilarang menyalahkan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan lantaran kesalahan sampel, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang mengubah kekerabatan antara variabel mencar ilmu dan variabel prestasi yang pada ketika pengujian hipotesis ikut berperan.
Misalnya: Faktor untung-untungan, faktor soal tes yang sudah bocor, faktor menyontek, dan sebagainya.
Untuk memperjelas keterangan, berikut ini disampaikan matriks macam kekeliruan ketika menciptakan kesimpulan wacana hipotesis pada umumnya.
Selanjutnya ditentukan bahwa probabilitas melaksanakan kekeliruan macam l dinyatakan dengan a (alpha), sedangkan melaksanakan kekeliruan macam ll dinyatakan dengan [3 (beta). Nama-nama ini akibatnya dipakai untuk memilih jenis kesalahan.
Misalnya: peneliti menetapkan kesalahan a = 1% berarti bahwa kalau kita menerapkan kesimpulan penelitian kita, akan ada penyimpangan sebanyak1°/o. Besarkecilnya risiko kesalahan kesimpulan ini tergantung dari keberanian peneliti, atau kesediaan peneliti mengalami kesalahan tipe I.
Kesalahan tipe 1 ini disebut taraf signifikasi pengetesan, artinya kesediaan yang berwujud besarnya probabilitas kalau hasil penelitian terhadap sampel akan diterapkan pada populasi. Besarnya taraf signifikansi ini pada umumnya sudah diterapkan terlebih dahulu contohnya 0,15; 0,5; 0,01, dan sebagainya.
Pada umumnya untuk penelitian-penelitian di bidang ilmu pendidikan dipakai taraf signifikansi 0,05 atau 0,01 , sedangkan untuk peneliti obat-obatan yang risikonya menyangkut jiwa manusia, diambil 0,005 atau 0,001 , bahkan mungkin 0,0001.
Apabila peneliti menolak hipotesis atas dasar taraf signifikansi 5% berarti sama dengan menolak hipotesis atas dasar taraf kepercayaan 95%, artinya apabila kesimpulan tersebut diterapkan pada populasi yang terdiri dari 100 orang, akan cocok untuk 95 orang dan bagi 5 orang lainnya terjadi penyimpangan.
Sumber:
Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 114-115.
Belum ada Komentar untuk "✔ Kekeliruan Yang Terjadi Dalam Pengujian Hipotesis Berdasarkan Arikunto"
Posting Komentar