✔ Menambah Pelajaran Kitab Kuning Di Sekolah
Selama ini kitab kuning identik dengan dunia pesantren. Ma’nani bisa dibilang acara yang menempel pada diri seorang santri. Karena semenjak awal bangkit pesantren tetap mempertahankan metodologi ini hingga sekarang.
Beberapa waktu terakhir ini, sedang booming sekolah formal (SD, SMP, SMA) yang mencoba menambah pelajaran kitab kuning dalam kurikulumnya. Terutama sehabis mendengar kabar bahwa di Purwakarta, Bupati Dedi Mulyadi mewajibkan kitab kuning masuk pada kurikulum sekolah.
Masih ada yang beranggapan ini yaitu agenda yang benar-benar baru. Benarkah? Tidak. Ini bukan gagasan baru. Bahkan sudah lebih dari 10 tahun kemudian banyak sekolah yang sudah menerapkannya. Terutama sekolah-sekolah swasta berbasiskan Islam atau yang bekerjasama dengan pondok pesantren.
Anda juga ingin mengikutinya?
Ada banyak laba yang bakal anda dan sekolah dapatkan. Selain siswa punya pengalaman baru, reputasi sekolah anda juga meningkat. Ini bisa menjadi salah satu agenda unggulan.
Kita bisa melihat respon para tokoh menyikapi kebijakan di Purwakarta itu. Semuanya mendukung. Termasuk Rais ‘Am PBNU KH. Ma’ruf Amin yang hingga turun pribadi ke satu sekolah menyaksikan penerapan pembelajaran kitab kuning, hingga Menteri Agama yang ikut mendukung dan menyarankan kawasan lain mengikutinya.
Namun meski anda punya keinginan berpengaruh menerapkan agenda ini, tak kalah pentingnya memikirkan hambatan yang bakal anda hadapi. Jauh lebih penting memikirkan tantangan ini dibanding mencari keuntungannya. Karena manfaatnya sudah begitu jelas.
Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menerapkan Pelajaran Kitab Kuning di Sekolah
1. Guru
Guru yaitu ujung tombak semua kebijakan. Apapun kebijakan gres jikalau ingin sukses mesti melihat kemampuan gurunya. Termasuk dikala ingin menerapkan pelajaran kitab kuning.
Menganalisa kompetensi guru dalam mengajarkan kitab kuning sangat mudah. Hanya tinggal dilihat pengalaman pendidikan terdahulu, apakah pernah mencar ilmu di pondok pesantren atau tidak. Karena kita tahu satu-satunya forum yang concern menerapkan pembelajaran ini hanya pondok pesantren, atau setidaknya madrasah diniyah.
Nyatanya, tidak semua guru menguasai cara mengajar ma’nani dan murodi ala kitab kuning. Hanya golongan kecil guru saja yang dulunya pernah mengenyam manisnya dingklik pesantren. Bahkan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pun, banyak yang murni alumnus Perguruan Tinggi Islam.
Dengan mengetahui kemampuan guru yang ada, paling tidak ada agenda khusus yang dilakukan sebelumnya. Seperti melaksanakan training atau mengikuti pengajian kitab-kitab kuning di pondok pesantren.
2. Tujuan Yang Diharapkan
Hal penting kedua yaitu ketegasan sekolah untuk merumuskan tujuan apa yang ingin dicapai. Tujuan awal ini akan jadi penentu jalannya agenda kitab kuning ke depan.
Melihat yang sudah ada, paling tidak ada 3 tujuan sekolah memasukkan kitab kuning ke dalam kurikulumnya:
Sekedar pengenalan
Berarti sekolah hanya sekedar mengenalkan kepada siswa. Sehingga siswa dikenalkan cara mencar ilmu dengan media kitab kuning yang benar. Output kesannya yaitu siswa bisa menulis ma’na serta membacanya dengan baik.
Jika menentukan ini, maka mata pelajaran yang dipilih diubahsuaikan dengan kitab-kitab yang sudah populer, ibarat fiqh (mabadi al-fiqhiyah, fath al-qarib), sopan santun (ta’lim al-muta’allim), dan sebagainya.
Sebagai metodologi
Ini yang paling berat. Siswa bukan hanya dikenalkan, namun diajak mendalami pengetahuan lewat karya ulama terdahulu. Kalau mengacu pada tujuan ini, siswa tidak cukup bisa ma’nani dan muradi, melainkan juga harus memahami isi kitab itu dengan baik.
. . . sebagaimana ia mencar ilmu matematika, IPA setiap hari.
Adakah kitab kuning yang membahas disiplin ilmu semacam itu? Ya niscaya ada. Selama ini masih banyak yang menganggap kitab kuning hanya berisikan materi-materi agama. Banyak juga kitab yang menelaah ilmu lain ibarat astronomi dan kedokteran.
Untuk promosi sekolah
Tujuan inilah yang banyak digunakan sekolah dikala menerapkan pelajaran kitab kuning. Dengan menjadi berbeda, harapannya ada nilai lebih yang bisa menarik minat para orang bau tanah menyekolahkan anaknya.
Menggunakan kitab kuning sebagai alat promosi sah-sah saja. Namun anda juga harus mempertimbangkan aspek teknisnya, ibarat kemampuan guru, fasilitas, judul kitab yang dipilih. Karena tanpa memikirkan hal itu, perjuangan promosi sekolah akan sia-sia.
3. Metode mengajar
Metode yang biasa digunakan (bahkan satu-satunya metode) yang selalu digunakan yaitu sorogan. Ustadz/kyai membaca sambil menjelaskan, santri menyalinnya. Di dunia sekolah, lebih sering dikenal dengan metode pribadi (ceramah, tanya jawab).
Apakah metode itu juga efektif dikenakan untuk siswa sekolah?
Begini. Pendidikan di pesantren itu berbeda dengan sekolah umum. Kalau santri umumnya sadar begitu masuk ke pesantren ia akan mengikuti teladan pembelajaran di sana. Rasa tawadhu’ pada sang kyai menjadi modal berpengaruh untuk mendapatkan apapun tradisi yang sudah berlaku.
Kalau di sekolah? Biasanya mengajar dengan cara ini hanya menghasilkan siswa yang kurang serius, pasif, dan kurang produktif. Bahkan dikala ini lebih dianjurkan pembelajaran yang mana siswa lebih aktif ketimbang gurunya.
Nah, perlu dikaji lebih dulu pilihan metode apa saja yang bisa dipakai. Kalau di awal, masih tidak terasa alasannya yaitu siswa masih antusias menghadapi suatu hal yang baru. Namun jikalau sudah usang dan dilakukan monoton, bukan tak mungkin rasa bosan akan menghambat jalannya pembelajaran.
Demikianlah 3 hal penting yang harus diperhatikan sebelum mengeluarkan kebijakan penerapan kitab kuning di sekolah. Sebelum melangkah lebih jauh, tentu lebih baik disiapkan sedari awal. Agar ke depannya bisa efektif menunjukkan laba bagi sekolah.
Mudah-mudahan bermanfaat . . .
Belum ada Komentar untuk "✔ Menambah Pelajaran Kitab Kuning Di Sekolah"
Posting Komentar