✔ Peranan Kepala Sekolah Dalam Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling
Keberhasilan acara pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memperlihatkan pelayanan tersebut. Untuk itu dibutuhkan adanya 'team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru penyuluh, guru, psikolog/dokter, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya pembagian kiprah dan tanggung jawab yang jelas.
Untuk menelaah kiprah dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa contoh organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) contoh organisasi bimbingan dan konseling di sekolah.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan pecahan dari kiprah mengajar yang diterima guru. Pada contoh organisasi bimbingan semacam ini, tidak dibutuhkan spesialis bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus. Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh spesialis yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari kiprah mengajar. Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan contoh ini memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan program. Dalam contoh yang semacam ini sudah harus ada pembagian kiprah yang terang di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya dipakai di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).
Pola yang ketiga yakni merupakan contoh adonan antara contoh yang pertama dan kedua. Dalam contoh ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan dari kiprah mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan semoga sanggup melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan
Pada ketiga contoh organisasi bimbingan di atas, kiprah kepala sekolah yakni mengelola dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya sanggup berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-programnya. Adapun jika dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah yakni sebagai eksekutif dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh acara sekolah umumnya, khususnya acara layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah yakni orang yang paling besar lengan berkuasa dalam pengembangan atau peningkatan Dpelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia hendaknya memperlihatkan dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada keseluruhan acara pelayanan murid. Ia mengorganisasikan acara dan memperlihatkan tunjangan dalam seleksi para penyuluh dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi kiprah masing-masing.
Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan. Ia membantu membuatkan budi dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan acara bimbingan konseling di sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut:
a. Memberikan support administratif, memperlihatkan dorongan dan pimpinan untuk seluruh acara bimbingan;
b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya berdasarkan keperluannya;
c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya;
d. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” dalam hal pengembangan acara bimbingan,
e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru, murid-murid, orang renta murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang renta murid atau dalam bulletin-buletin bimbingan,
f. Berusaha membentuk dan menjalin relasi kerja yang kooperatif dan saling membantu antara para konselo, guru dan spesialis yang lain;
g. Menyediakan kemudahan dan material yang cukup untuk pelaksanaan bimbingan;
h. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang kontinyu yang sanggup meningkatkan relasi antar insan untuk menggalang proses bimbingan yang efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa bimbingan terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk relasi antara staf dan suasana dalam kelas);
i. Memberikan klarifikasi kepada semua staf wacana acara bimbingan dan penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf sekolah;
j. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan waktu berguru untuk pengalaman-pengalaman bimbingan, baik kelompok maupun individual;
k. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan memberdayakan para penyuluh (counselor) dalam memantau tingkah laris siswa, namun bukan sebagai penegak disiplin.
Sedangkan Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992), mengemukakan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
a. Menyediakan kemudahan untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan;
b. Memilih dan menentukan para penyuluh (counselor);
c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para guru, murid, dan orang renta murid/ masyarakat terhadap acara bimbingan;
d. Mengadakan pembagian kiprah untuk keperluan bimbingan contohnya para petugas untuk membina perpustakaan bimbingan, para petugas penyelenggara testing, dan sebagainya;
e. Menyusun planning untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan infomasi wacana pekerjaan/jabatan;
f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan bimbingan;
g. Merencanakan acara untuk mewawancarai murid dengan tidak mengganggu jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari.
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa kiprah kepala sekolah dalam pengembangan acara bimbingan dan konseling di sekolah ádalah sebagai berikut.
a. Staff selection (seleksi staf )
Memilih staf yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cocok untuk melaksanakan tugasnya. Termasuk disini mengadakan analisa untuk mengetahui apakah diantara staf yang ada terdapat orang yang sanggup melaksanakan kiprah yang lebih spesialis.
Description of staff roles (menentukan peranan dari anggota staf)
Menentukan kiprah dan peranan dari anggota staf, dan membagi tanggung jawab. Untuk menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah sanggup meminta tunjangan kepada anggota staf yang lain.
b. Time and facilities (waktu dan fasilitas)
Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan kemudahan untuk kepentingan acara bimbingan di sekolahnya.
c. Interpretation of acara (menginterpretasikan program)
Menginterpretasikan acara bimbingan kepada murid-murid yang diberi pelayanan, kepada masyarakat yang membantu acara bimbingan. Dalam menginterpretasikan acara bimbingan mungkin perlu tunjangan dari staf bimbingan tetapi tanggung jawab terletak pada kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre, dalam Kusmintardjo, 1992)
3. Cara-cara untuk Memilih Tenaga Penyuluh
Agar pelaksanaan acara bimbingan di sekolah berjalan efektif, maka acara tersebut perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli, cakap dan terampil dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tentu saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di negara-negara yang sudah maju, di mana tenaga andal dan kemudahan untuk menyelenggarakan acara bimbingan sudah cukup tersedia.
Untuk sekolah-sekolah kita di Indonesia, upaya keadaan tersebut masih dalam keinginan saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum mempunyai tenaga andal dalam bidang bimbingan dan konseling, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kemudahan dan dana yang dibutuhkan untuk itu.
Walaupun kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan, tidaklah berarti bahwa pelaksanaan acara bimbingan itu harus ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk menunggu tenaga andal yang tidak kunjung tiba itu. Lagi pula, apakah benar bahwa bimbingan itu hanyalah kiprah para andal saja?. Untuk bidang-bidang tertentu mungkin benar, namun tidak semua kiprah bimbingan harus dilakukan oleh para ahli. Dalam hal-hal tertentu mungkin peranan guru lebih menonjol. Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana relasi guru dan murid memang sangat dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak mempunyai guru yang cukup berkualitas untuk dijadikan pembimbing dan penyuluh atau sering disebut dengan “guru penyuluh” .
Untuk melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang diungkapkan oleh R. D Allen (dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah dijadikan sebagai pertimbangan. Ia menentukan guru penyuluh melalui 5 (lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di sekolahnya. Kriteria-kriteria tersebut yakni sebagai berikut:
1. Guru-guru yang mempunyai superioritas (kelebihan dalam mengajarkan intel pelajaran) yaitu guru-guru yang:
2. Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid terhadap intel pelajaran yang diajrkan;
3. Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan memperlihatkan pengarahan atau petunjuk -petunjuk;
4. Dapat menghubungkan intel pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis.
5. Hubungan-hubungan muid dengan guru, yaitu:
6. Guru yang menjadi daerah bagi murid-murid mendapatkan nasehat dan pertolongan,
7. Guru yang berusaha untuk mengadakan relasi dengan belum dewasa muda di luar sekolah;
8. Guru yang memimpin perkumpulan-perkumpulan (kesenian, olahraga, atau acara lain);
9. Guru yang mempunyai minat untuk memperlihatkan layanan sosial (social service);
10. Guru yang sering-sering mengadakan relasi dengan keluarga atau rumah murid.
11. Hubungan guru dengan guru, yaitu:
12. Guru yang sanggup bekerja sama dengan guru-guru lain;
13. Guru yang tidak mengakibatkan pertengkaran;
14. Guru yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan kritik/kecaman;
15. Guru yang memperlihatkan kepemimpinan da tidak rakus.
16. Pencatatan dan penelitian, yaitu:
17. Guru yang mempunyai perilaku ilmiah dan objektif;
18. Guru yang mendasrkan keputusan-keputusannya pada hasil penelitian dan bukan menerka-nerka;
19. Guru yang mempunyai minat terhadap masalah-masalah penelitian;
20. Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan klerikal;
21. Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk mengadakan penelitian dalam pekerjaan-pekerjaan tulis menulis (clerical work).
22. Sikap professional, yaitu guru yang:
23. Senang bekerja secara sukarela dalam pekejaan tambahan;
24. Mampu mengikuti keadaan dan mempunyai kesabara-kesabaran;
25. Memiliki perilaku konstruktif;
26. Mau melatih untuk meningkatkan pekerjaan;
27. Memiliki semangat untuk melayani murid-murid sekolah dan masyarakat.
4. Pelayanan yang Diberikan Bimbingan dan Konseling kepada Kepala Sekolah
Sebelumnya telah diuraikan wacana peranan dan fungsi kepala sekolah dalam acara bimbingan dan konseling di sekolahnya, maka uraian berikut akan ditekankan pada bagaimana tunjangan yang sanggup diberikan oleh acara bimbingan terhadap kepala sekolah semoga sanggup melaksanakan kiprah dan tanggungjawabnya dalam bidang bimbingan konseling.
Mengingat kepala sekolah yakni orang yang bertanggungjawab terhadap keseluruhan acara sekolah, maka tunjangan yang sanggup diberikan oleh acara bimbingan kepada kepala sekolah yakni sebagai berikut:
a. sanggup dibantu oleh para penyuluh membantu menyelenggarakan acara in-service pelatihan bagi guru dan staf sekolah lainya berafiliasi dengan bimbingan dan konseling;
b. membantu pelaksanaan penempatn murid dan follow-upnya. Kegiatan ini sanggup dikaitkan dalam rangka penilaian dan pengembangan kurikulum sekolah. Hal ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah, yang dalam pelaksanaanya;
c. membantu pelaksanaan seleksi dan penerimaan murid baru;
d. membantu dalam melaksanakan pembaharuan pendidikan di sekolah;
e. membantu menghubungkan sekolah dan masyarakat terutama dengan para orang renta murid;
f. membantu kepala sekolah dalam berpartisipasi dalam memecahkan atau menggarap problem sosial yang berkaitan dengan pendidikan di masyarakat.
Untuk menelaah kiprah dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa contoh organisasi bimbingan.
1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada umumnya ada 3 (tiga) contoh organisasi bimbingan dan konseling di sekolah.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan pecahan dari kiprah mengajar yang diterima guru. Pada contoh organisasi bimbingan semacam ini, tidak dibutuhkan spesialis bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan ini biasanya dilaksanakan di sekolah dasar atau yang sederajat.
Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus. Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh spesialis yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari kiprah mengajar. Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan contoh ini memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan program. Dalam contoh yang semacam ini sudah harus ada pembagian kiprah yang terang di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya dipakai di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).
Pola yang ketiga yakni merupakan contoh adonan antara contoh yang pertama dan kedua. Dalam contoh ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan dari kiprah mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan semoga sanggup melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan
Pada ketiga contoh organisasi bimbingan di atas, kiprah kepala sekolah yakni mengelola dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya sanggup berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-programnya. Adapun jika dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah yakni sebagai eksekutif dan supervisor.
Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh acara sekolah umumnya, khususnya acara layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah yakni orang yang paling besar lengan berkuasa dalam pengembangan atau peningkatan Dpelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia hendaknya memperlihatkan dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada keseluruhan acara pelayanan murid. Ia mengorganisasikan acara dan memperlihatkan tunjangan dalam seleksi para penyuluh dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi kiprah masing-masing.
Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan. Ia membantu membuatkan budi dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan acara bimbingan konseling di sekolahnya.
Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut:
a. Memberikan support administratif, memperlihatkan dorongan dan pimpinan untuk seluruh acara bimbingan;
b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya berdasarkan keperluannya;
c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya;
d. Mendelegasikan tanggung jawab kepada “guidance specialist” dalam hal pengembangan acara bimbingan,
e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru, murid-murid, orang renta murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang renta murid atau dalam bulletin-buletin bimbingan,
f. Berusaha membentuk dan menjalin relasi kerja yang kooperatif dan saling membantu antara para konselo, guru dan spesialis yang lain;
g. Menyediakan kemudahan dan material yang cukup untuk pelaksanaan bimbingan;
h. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang kontinyu yang sanggup meningkatkan relasi antar insan untuk menggalang proses bimbingan yang efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa bimbingan terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk relasi antara staf dan suasana dalam kelas);
i. Memberikan klarifikasi kepada semua staf wacana acara bimbingan dan penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf sekolah;
j. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan waktu berguru untuk pengalaman-pengalaman bimbingan, baik kelompok maupun individual;
k. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan memberdayakan para penyuluh (counselor) dalam memantau tingkah laris siswa, namun bukan sebagai penegak disiplin.
Sedangkan Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992), mengemukakan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
a. Menyediakan kemudahan untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan;
b. Memilih dan menentukan para penyuluh (counselor);
c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para guru, murid, dan orang renta murid/ masyarakat terhadap acara bimbingan;
d. Mengadakan pembagian kiprah untuk keperluan bimbingan contohnya para petugas untuk membina perpustakaan bimbingan, para petugas penyelenggara testing, dan sebagainya;
e. Menyusun planning untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan infomasi wacana pekerjaan/jabatan;
f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan bimbingan;
g. Merencanakan acara untuk mewawancarai murid dengan tidak mengganggu jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari.
Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa kiprah kepala sekolah dalam pengembangan acara bimbingan dan konseling di sekolah ádalah sebagai berikut.
a. Staff selection (seleksi staf )
Memilih staf yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cocok untuk melaksanakan tugasnya. Termasuk disini mengadakan analisa untuk mengetahui apakah diantara staf yang ada terdapat orang yang sanggup melaksanakan kiprah yang lebih spesialis.
Description of staff roles (menentukan peranan dari anggota staf)
Menentukan kiprah dan peranan dari anggota staf, dan membagi tanggung jawab. Untuk menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah sanggup meminta tunjangan kepada anggota staf yang lain.
b. Time and facilities (waktu dan fasilitas)
Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan kemudahan untuk kepentingan acara bimbingan di sekolahnya.
c. Interpretation of acara (menginterpretasikan program)
Menginterpretasikan acara bimbingan kepada murid-murid yang diberi pelayanan, kepada masyarakat yang membantu acara bimbingan. Dalam menginterpretasikan acara bimbingan mungkin perlu tunjangan dari staf bimbingan tetapi tanggung jawab terletak pada kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre, dalam Kusmintardjo, 1992)
3. Cara-cara untuk Memilih Tenaga Penyuluh
Agar pelaksanaan acara bimbingan di sekolah berjalan efektif, maka acara tersebut perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli, cakap dan terampil dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tentu saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di negara-negara yang sudah maju, di mana tenaga andal dan kemudahan untuk menyelenggarakan acara bimbingan sudah cukup tersedia.
Untuk sekolah-sekolah kita di Indonesia, upaya keadaan tersebut masih dalam keinginan saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum mempunyai tenaga andal dalam bidang bimbingan dan konseling, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kemudahan dan dana yang dibutuhkan untuk itu.
Walaupun kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan, tidaklah berarti bahwa pelaksanaan acara bimbingan itu harus ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk menunggu tenaga andal yang tidak kunjung tiba itu. Lagi pula, apakah benar bahwa bimbingan itu hanyalah kiprah para andal saja?. Untuk bidang-bidang tertentu mungkin benar, namun tidak semua kiprah bimbingan harus dilakukan oleh para ahli. Dalam hal-hal tertentu mungkin peranan guru lebih menonjol. Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana relasi guru dan murid memang sangat dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak mempunyai guru yang cukup berkualitas untuk dijadikan pembimbing dan penyuluh atau sering disebut dengan “guru penyuluh” .
Untuk melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang diungkapkan oleh R. D Allen (dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah dijadikan sebagai pertimbangan. Ia menentukan guru penyuluh melalui 5 (lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di sekolahnya. Kriteria-kriteria tersebut yakni sebagai berikut:
1. Guru-guru yang mempunyai superioritas (kelebihan dalam mengajarkan intel pelajaran) yaitu guru-guru yang:
2. Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid terhadap intel pelajaran yang diajrkan;
3. Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan memperlihatkan pengarahan atau petunjuk -petunjuk;
4. Dapat menghubungkan intel pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis.
5. Hubungan-hubungan muid dengan guru, yaitu:
6. Guru yang menjadi daerah bagi murid-murid mendapatkan nasehat dan pertolongan,
7. Guru yang berusaha untuk mengadakan relasi dengan belum dewasa muda di luar sekolah;
8. Guru yang memimpin perkumpulan-perkumpulan (kesenian, olahraga, atau acara lain);
9. Guru yang mempunyai minat untuk memperlihatkan layanan sosial (social service);
10. Guru yang sering-sering mengadakan relasi dengan keluarga atau rumah murid.
11. Hubungan guru dengan guru, yaitu:
12. Guru yang sanggup bekerja sama dengan guru-guru lain;
13. Guru yang tidak mengakibatkan pertengkaran;
14. Guru yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan kritik/kecaman;
15. Guru yang memperlihatkan kepemimpinan da tidak rakus.
16. Pencatatan dan penelitian, yaitu:
17. Guru yang mempunyai perilaku ilmiah dan objektif;
18. Guru yang mendasrkan keputusan-keputusannya pada hasil penelitian dan bukan menerka-nerka;
19. Guru yang mempunyai minat terhadap masalah-masalah penelitian;
20. Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan klerikal;
21. Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk mengadakan penelitian dalam pekerjaan-pekerjaan tulis menulis (clerical work).
22. Sikap professional, yaitu guru yang:
23. Senang bekerja secara sukarela dalam pekejaan tambahan;
24. Mampu mengikuti keadaan dan mempunyai kesabara-kesabaran;
25. Memiliki perilaku konstruktif;
26. Mau melatih untuk meningkatkan pekerjaan;
27. Memiliki semangat untuk melayani murid-murid sekolah dan masyarakat.
4. Pelayanan yang Diberikan Bimbingan dan Konseling kepada Kepala Sekolah
Sebelumnya telah diuraikan wacana peranan dan fungsi kepala sekolah dalam acara bimbingan dan konseling di sekolahnya, maka uraian berikut akan ditekankan pada bagaimana tunjangan yang sanggup diberikan oleh acara bimbingan terhadap kepala sekolah semoga sanggup melaksanakan kiprah dan tanggungjawabnya dalam bidang bimbingan konseling.
Mengingat kepala sekolah yakni orang yang bertanggungjawab terhadap keseluruhan acara sekolah, maka tunjangan yang sanggup diberikan oleh acara bimbingan kepada kepala sekolah yakni sebagai berikut:
a. sanggup dibantu oleh para penyuluh membantu menyelenggarakan acara in-service pelatihan bagi guru dan staf sekolah lainya berafiliasi dengan bimbingan dan konseling;
b. membantu pelaksanaan penempatn murid dan follow-upnya. Kegiatan ini sanggup dikaitkan dalam rangka penilaian dan pengembangan kurikulum sekolah. Hal ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah, yang dalam pelaksanaanya;
c. membantu pelaksanaan seleksi dan penerimaan murid baru;
d. membantu dalam melaksanakan pembaharuan pendidikan di sekolah;
e. membantu menghubungkan sekolah dan masyarakat terutama dengan para orang renta murid;
f. membantu kepala sekolah dalam berpartisipasi dalam memecahkan atau menggarap problem sosial yang berkaitan dengan pendidikan di masyarakat.
Belum ada Komentar untuk "✔ Peranan Kepala Sekolah Dalam Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling"
Posting Komentar