✔ Moratorium Un: Membuatkan Wewenang Dengan Daerah
Moratorium UN: Berbagi Wewenang dengan Daerah - . Beberapa media memberitakan wacana Rencana “Moratorium Ujian Nasional (UN)” oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Sesuai informasi yang kutip dari news okezone.com bahwa draf wacana moratorium tersebut sudah disampaikan kepada Presiden RI, Joko Widodo.
Isi kutipan lengkapnya:
Setiap tahun pelajar di Indonesia dari tingkat SD hingga SMA/SMK Sederajat melaksanakan Ujian Akhir Nasional sebagai ujian yang memilih kelulusan siswa/siswi tersebut termasuk nilai yang didapat akan memilih sekolah yang akan menampungnya nanti.
Dalam pelaksanaan UN tersebut masih terdapat problem yang didapati di lapangan,seperti adanya kebocoran soal, isu jual beli nilai, hambatan distribusi di kawasan terpencil dan lain-lain. Dari asil akhirpun terdapat hambatan lain, terutama siswa yang dari SD mau masuk SMP, dari Sekolah Menengah Pertama ke SMA. Kendalanya ialah ketidaksiapan panitia dalam menyiapkan kemudahan online yang sering ngadat yang mengakibatkan kekacauan yang menciptakan galau orang bau tanah calon murid.
Sisi lain ialah sekolah unggulan tetap mempertahankan mutu calon siswanya dengan mematok nilai UN yang relatif tinggi dibanding yang ada umumnya. Jika UN dari awal bertujuan untuk melaksanakan “Pemetaan Sekolah”, maka tujuan pelaksanaan UN sempurna sasaran.
Tinjauan Singkat dari segi MBS
Jika bertitik tolak dari penerapan MBS, maka pelaksanaan UN tidak relevan dengan semangat MBS tersebut. Bagaimanapun semangat MBS cenderung kepada kemandirian sekolah untuk bangun sendiri dalam menngelola administrasi sekolah menurut Desentralistik kebijakan yang ada di daerah.
Memang, sudah saatnya pemerintah pusat membuatkan menawarkan wewenang tersebut kepada kawasan masing-masing. Pemerintah Pusat hendaknya bangun sebagai supervisor dan konsultan teknis saja. Biarkan kawasan mengembangkan potensinya melewati jalur pendidikan.
Baca Juga: Artikel yang Berhubungan dengan MBS
Mengenang Jaman Kurikulum 75
Antara tahun 1975 hingga tahun 1983, kami yang bersekolah dari SD hingga Sekolah Menengah Pertama mencicipi ujian final yang dilaksanakan daerah. Pengawasnya dari pertukaran guru-guru dari sekolah lain. Seleksinyapun dilaksanakan oleh sekolah lanjutan dimana kita mendaftar. Sekolah berhak memilih evaluasi hasil test intern mereka termasuk faktor-faktor yang mereka anggap penting unuk evaluasi tersebut. Seperti prestasi calon siswa diluar pelajaran (olah raga, seni dll). Bagi mereka yang tidak dinyatakan lulus di Sekolah tersebut (tidak diterima), mereka akan diteruskan ke Sekolah Siang (PGRI). Umpamanya SMAN 1 ke Sekolah Menengan Atas PGRI 1. Begitu juga dengan sekolah lainnya. Nah, mungkinkah akan kembali sepertiitu kalau UN sudah tidak ada lagi? Entahlah, kita tunggu saja nanti. Sejarah akan membuktikannya.
Isi kutipan lengkapnya:
Plus-Minus Ujian Nasional"Draf sudah disampaikan kepada Presiden RI," ungkapnya belum usang ini.Namun dalam memoratorium Ujian Nasional (UN), ada sejumlah tahapan yang perlu dilakukan. Salah satunya ialah rapat terbatas."Kan sudah disampaikan juga runtutannya. Makara mesti ada rapat terbatas juga," ujarnya.Selain itu, Muhadjir juga perlu menjabarkan secara detail mengenai efek positif serta negatif dari moratorium Ujian Nasional (UN) tersebut."Saya juga nanti akan diminta untuk memberikan secara detail dan menganalisis data, baik dari sisi positif dan negatifnya," tambahnya.
Setiap tahun pelajar di Indonesia dari tingkat SD hingga SMA/SMK Sederajat melaksanakan Ujian Akhir Nasional sebagai ujian yang memilih kelulusan siswa/siswi tersebut termasuk nilai yang didapat akan memilih sekolah yang akan menampungnya nanti.
Dalam pelaksanaan UN tersebut masih terdapat problem yang didapati di lapangan,seperti adanya kebocoran soal, isu jual beli nilai, hambatan distribusi di kawasan terpencil dan lain-lain. Dari asil akhirpun terdapat hambatan lain, terutama siswa yang dari SD mau masuk SMP, dari Sekolah Menengah Pertama ke SMA. Kendalanya ialah ketidaksiapan panitia dalam menyiapkan kemudahan online yang sering ngadat yang mengakibatkan kekacauan yang menciptakan galau orang bau tanah calon murid.
Sisi lain ialah sekolah unggulan tetap mempertahankan mutu calon siswanya dengan mematok nilai UN yang relatif tinggi dibanding yang ada umumnya. Jika UN dari awal bertujuan untuk melaksanakan “Pemetaan Sekolah”, maka tujuan pelaksanaan UN sempurna sasaran.
Tinjauan Singkat dari segi MBS
Jika bertitik tolak dari penerapan MBS, maka pelaksanaan UN tidak relevan dengan semangat MBS tersebut. Bagaimanapun semangat MBS cenderung kepada kemandirian sekolah untuk bangun sendiri dalam menngelola administrasi sekolah menurut Desentralistik kebijakan yang ada di daerah.
Memang, sudah saatnya pemerintah pusat membuatkan menawarkan wewenang tersebut kepada kawasan masing-masing. Pemerintah Pusat hendaknya bangun sebagai supervisor dan konsultan teknis saja. Biarkan kawasan mengembangkan potensinya melewati jalur pendidikan.
Baca Juga: Artikel yang Berhubungan dengan MBS
Mengenang Jaman Kurikulum 75
Antara tahun 1975 hingga tahun 1983, kami yang bersekolah dari SD hingga Sekolah Menengah Pertama mencicipi ujian final yang dilaksanakan daerah. Pengawasnya dari pertukaran guru-guru dari sekolah lain. Seleksinyapun dilaksanakan oleh sekolah lanjutan dimana kita mendaftar. Sekolah berhak memilih evaluasi hasil test intern mereka termasuk faktor-faktor yang mereka anggap penting unuk evaluasi tersebut. Seperti prestasi calon siswa diluar pelajaran (olah raga, seni dll). Bagi mereka yang tidak dinyatakan lulus di Sekolah tersebut (tidak diterima), mereka akan diteruskan ke Sekolah Siang (PGRI). Umpamanya SMAN 1 ke Sekolah Menengan Atas PGRI 1. Begitu juga dengan sekolah lainnya. Nah, mungkinkah akan kembali sepertiitu kalau UN sudah tidak ada lagi? Entahlah, kita tunggu saja nanti. Sejarah akan membuktikannya.
Belum ada Komentar untuk "✔ Moratorium Un: Membuatkan Wewenang Dengan Daerah"
Posting Komentar