✔ Landasan Sertifikasi Guru

1.    Filosofis
Sertifikasi guru kalau dipandang dari sudut filsafat Pendidikan akan menjawab tiga pertanyaan pokok yaitu: (1) Apakah sertifikasi guru dalam proses pendidikan? (2) Apa yang hendak dicapai (tujuan)?, dan Bagaimana pelaksanaannya? (3) Apakah manfaatnya?
Secara filsafat ontologi maka sertifikasi yaitu suatu penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk menyampaikan bahwa orang tersebut bisa untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kiprah spesifik dalam proses pendidikan. Sertifikasi biasanya harus diperbaharui secara berkala, atau sanggup pula hanya berlaku untuk suatu periode tertentu. Sebagai bab dari pembaharuan sertifikasi, umumnya diterapkan bahwa seorang individu harus menyampaikan bukti pelaksanaan pendidikan berkelanjutan atau memperoleh nilai CEU (Continuing Education Unit).
Pada filsafat kajian epistimologi, Menurut Departemen Pendidikan Nasional megungkapkan bahwa tujuan sertifikasi guru yaitu memilih kelayakan guru dalam melaksanakan kiprah sebagai biro pembelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan proses, hasil pendidikan, mempercepat tujuan pendidikan nasional dan bagaimana proses pelaksanaan sertifikasi guru dalam pendidikan.
Kajian aksiologi pada filsafat wacana sertifikasi guru membahas mengenai nilai guna atau manfaat adanya sertifikasi guru dalam pendidikan. Manfaat Sertifikasi Guru berdasarkan website (http://sertifikasiguru.blog.dada.net) yaitu (1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang sanggup merusak gambaran profesi guru (2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas, dan Tidak professional (3) Meningkatkan kesejahteraan guru.
2.    Yuridis
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 wacana Guru dan Dosen. 
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru 2010.
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 wacana Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. 
  6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 wacana Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
  7. Keputusan Mendiknas Nomor 022/P/2009 wacana Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.
  8. Keputusan Mendiknas Nomor 076/P/2011 wacana Pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
  9. Keputusan Mendiknas Nomor 075/P/2011 wacana Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 wacana Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan.
3.    Sosiologis
Guru-guru haru mempunyai kemampuan kompetensi dan layak untuk diakui keradaannya. Tidak tebatas, apakah guru tersebut yaitu berstatus guru swasta, atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), apakah Guru Tidak Tetap (GTT) ataupun Guru Tetap (GT), semua guru berhak dan mempunyai kesempatan yang sama asalkan sesuai dengan yang disyaratkan.
Pada pembahasan landasan sejarah telah dijelaskan bahwa sejarah guru di masa lampau melahirkan konsep atau teori sertifikasi guru, yang memberi petunjuk kepada para guru wacana bagaimana seharusnya mereka menjadi guru professional yang mempunyai kemampuan paedagogik, professional, personal, dan sosial.
Proses sosial menjadi guru professional yang tersertifikasi dimulai dari interaksi sosial, interaksi dan proses sosial berdasarkan Pidarta (2007:153) didasari faktor (1) imitasi, (2) sugesti, (3) identifikasi dan (4) simpati. Proses sosial bisa terjadi alasannya salah satu atau adonan dari keempat faktor. Jika seorang guru ingin menjadi guru professional dengan cara melihat atau menggandakan perilaku ataupun cara mengajar guru yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor imitasi, lalu kalau seorang guru memandang sertifikasi guru menciptakan sejahtera dengan melihat rekannya yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor sugesti, selanjutnya kalau guru beranggapan bahwa dengan bersertifikasi statusnya akan sama dengan rekannya yang telah tersertifikasi berarti interaksi dan proses sosial didasari faktor identifikasi, kalau seorang guru merasa tertarik akan sertifikasi guru dimana faktor perasaan yang mendominan maka interaksi dan proses sosial yang mendasari yaitu faktor simpati.
Dari landasan sosial budaya, sertifikasi guru merupakan suatu wadah kelompok sosial. Kelompok sosial berdasarkan pidarta (2007: 158) berarti himpunan sejumlah orang paling sedikit dua orang yang hidup bersama alasannya impian yang sama. Sedangkan Kneller dalam pidarta (2007:165) menyampaikan kebudayaan yaitu cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat. Sehingga disimpulkan sertifikasi guru yang merupakan suatu wadah sosial harus bersosialisasi atau melaksanakan interaksi sosial guna membudayakan guru professional sehingga tercapai mutu pendidikan yang lebih berkualitas.
4.    Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa berdasarkan Pidarta (2007:194) yaitu ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa yaitu roh dengan keadaan mengendalikan jasmani yang sanggup dipengaruhi alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis sanggup dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada yang menempel dalam insan itu sendiri.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi yaitu sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan kegiatan yang benar, bahwa apapun yang dilakukan yaitu untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka berguru kembali ini bertujuan untuk mendapat pelengkap ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapat ijazah S-1 atau Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah berguru dan telah mendapat pelengkap ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapat pemberian profesi, melainkan untuk sanggup menyampaikan bahwa yang bersangkutan telah mempunyai kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi yaitu konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud.
Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh akta profesi kecuali mempersiapkan diri dengan berguru yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Titik tolak atau dasar psiologi dalam sertifikasi guru yaitu keinginan para guru meningkatkan kualitas professional dan kesejahteraan baik atas kesadaran masing-masing individu ataupun atas imbas lingkungan, dimana kualitas professional guru merupakan tujuan utama sedangkan kesejahteraan merupakan tujuan berikutnya.

Belum ada Komentar untuk "✔ Landasan Sertifikasi Guru"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel