✔ Discrepancy Evaluation Model
DISCREPANCY EVALUATION MODEL - . Pendekatan lain yang banyak dipengaruhi pemikiran Tyler dikembangkan Provus menurut pada tugas-tugas penilaian di sebuah sekolah umum di Pittsburgh, Pensylvania. Provus (1973) memandang penilaian sebagai proses pengelolaan info berkelanjutan yang dirancang memberi pelayanan sebagai the watchdog of aktivitas management’dan the handmaiden of administration in the management of aktivitas development trough sound decision making .
Walaupun nampak adanya pendekatan administrasi dalam pemikiran Provus, tetapi tradisi Tyler lebih dominan. Hal ini sanggup dilihat dari definisi penilaian yang ia kembangkan. Menurut Provus, penilaian yaitu proses: 1) menyetujui menurut standar (istilah lain yang dipakai secara bergantian dengan istilah tujuan), 2) menentukan apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek aktivitas dengan standar kinerja yang ditetapkan; 3) memakai info perihal kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan sebagai materi untuk meningkatkan mengelola, atau mengakhiri aktivitas atau salah satu aspek dari aktivitas tersebut.
Pendekatan yang diperkenalkan Provus ini dinamakan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini memperkenalkan pelaksanaan penilaian dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan, meliputi:
1. Definisi
2. Instalasi
3. Proses
4. Produk
5. Analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis)
Dalam tahap definisi, focus kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melaksanakan aktifitas dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, aktivitas pendidikan merupakan system dinamis yang mencakup inputs (antecedent), proses, dan outputs (juga outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini merupakan tujuan aktivitas yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan penilaian yang dilakukan.
Selama tahap instalasi, rancangan aktivitas dipakai sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional program. Seorang evaluator perlu membuatkan seperangkat tes kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi aktivitas atau aktifitas yang diperlukan dan yang actual. Hal ini perlu untuk meyakinkan bahwa aktivitas telah diinstal sesuai dengan rancangan yang ditetapkan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan aktivitas yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang berbeda-beda.
Pada tahap proses, penilaian difokuskan pada upaya bagaimana memperoleh data perihal kemajuan para penerima program, untuk menentukan apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diperlukan atau tidak. Jika ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.
Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah tujuan selesai aktivitas tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu mengadakan studi lanjut sebagai bab dari evaluasi.
Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus yaitu analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang sangat terbatas (limited resources).
Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus menganjurkan semoga pemecahan duduk kasus dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan antara lain membicarakan tentang: 1) mengapa ada kesenjangan, 2) upaya perbaikan apa yang mungkin dilakukan, 3) upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan duduk kasus yang dihadapi.
Selama tahun 1950-an hingga awal 1960-an, pendekatan berorientasi tujuan sangat besar lengan berkuasa dipakai dalam rangka penilaian dan pengembangan kurikulum. Taba (1962) spesialis yang beraliran Tyler (Tylerian) mengemukakan langkah-langkah pengembangan kurikulum sebagai berikut: 1) mendiagnosis kebutuhan, 2) memformulasikan tujuan-tujuan, 3) menentukan materi/ isi, 4) mengorganisasikan materi/ isi, 5) menentukan pengalaman belajar, 6) megorganisasikan pengalaman belajar, 7) menentukan apa dan bagaimana penilaian akan dilakukan. Beberapa hebat pendidikan (seperti: Gideonse, 1969; Popham, 1973) telah banyak memelopori penggunaan pendekatan berorientasi tujuan, sementara hebat lainnya (missal: Atkin, 1968) memandang bahwa spesifikasi tujuan berupa sikap tidak banyak membantu pengembangan atau penilaian kurikulum.
Walaupun nampak adanya pendekatan administrasi dalam pemikiran Provus, tetapi tradisi Tyler lebih dominan. Hal ini sanggup dilihat dari definisi penilaian yang ia kembangkan. Menurut Provus, penilaian yaitu proses: 1) menyetujui menurut standar (istilah lain yang dipakai secara bergantian dengan istilah tujuan), 2) menentukan apakah ada kesenjangan antara kinerja aspek-aspek aktivitas dengan standar kinerja yang ditetapkan; 3) memakai info perihal kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan sebagai materi untuk meningkatkan mengelola, atau mengakhiri aktivitas atau salah satu aspek dari aktivitas tersebut.
Pendekatan yang diperkenalkan Provus ini dinamakan Discrepancy Evaluation Model. Pendekatan ini memperkenalkan pelaksanaan penilaian dengan langkah-langkah yang perlu dilakukan, meliputi:
1. Definisi
2. Instalasi
3. Proses
4. Produk
5. Analisis Biaya-Manfaat (Cost-Benefit Analysis)
Dalam tahap definisi, focus kegiatan dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses atau aktifitas, serta pengalokasian sumberdaya dan partisipan untuk melaksanakan aktifitas dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Provus, aktivitas pendidikan merupakan system dinamis yang mencakup inputs (antecedent), proses, dan outputs (juga outcomes). Standar atau harapan-harapan yang ingin dicapai ditentukan untk masing-masing komponen tersebut. Standar ini merupakan tujuan aktivitas yang kemudian menjadi criteria dalam kegiatan penilaian yang dilakukan.
Selama tahap instalasi, rancangan aktivitas dipakai sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional program. Seorang evaluator perlu membuatkan seperangkat tes kongruensi untuk mengidentifikasi tiap kesenjangan antara instalasi aktivitas atau aktifitas yang diperlukan dan yang actual. Hal ini perlu untuk meyakinkan bahwa aktivitas telah diinstal sesuai dengan rancangan yang ditetapkan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa banyak rancangan aktivitas yang sama dioperasionalkan oelh guru-guru dengan aktifitas yang berbeda-beda.
Pada tahap proses, penilaian difokuskan pada upaya bagaimana memperoleh data perihal kemajuan para penerima program, untuk menentukan apakah perilakunya berubah sesuai dengan yang diperlukan atau tidak. Jika ternyata tidak, maka perlu dilakukan perubahan terhadap aktifitas-aktiaitas yang diarahkan untuk mencapai tujuan perubahan perlaku tersebut.
Selama tahap produk, penilaian dilakukan untuk menentukan apakah tujuan selesai aktivitas tercapai atau tidak. Provus membedakan antara dampak terminal (immediate outcomes) dan dampak jangka panjang (long term-outsomes). Dengan pemikiran ini ia mendorong evaluator untuk tidak hanya mengevaluasi hasil berupa kinerja program, tetapi lebih dari itu perlu mengadakan studi lanjut sebagai bab dari evaluasi.
Tahap lainnnya yang ditawarkan Provus yaitu analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), dimana hasil-hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Analisis ini menjadi sangat urgen dalam keadaan sumber daya (khususnya biaya) pembangunan pendidikan yang sangat terbatas (limited resources).
Apapun kesenjangan yang ditemukan melalui evaluasi, Provus menganjurkan semoga pemecahan duduk kasus dilakukan secara kooperatif antara evaluator dengan staf pengelola program. Proses kerjasama yang dilakukan antara lain membicarakan tentang: 1) mengapa ada kesenjangan, 2) upaya perbaikan apa yang mungkin dilakukan, 3) upaya mana yang paling baik dilakukan untuk memecahkan duduk kasus yang dihadapi.
Selama tahun 1950-an hingga awal 1960-an, pendekatan berorientasi tujuan sangat besar lengan berkuasa dipakai dalam rangka penilaian dan pengembangan kurikulum. Taba (1962) spesialis yang beraliran Tyler (Tylerian) mengemukakan langkah-langkah pengembangan kurikulum sebagai berikut: 1) mendiagnosis kebutuhan, 2) memformulasikan tujuan-tujuan, 3) menentukan materi/ isi, 4) mengorganisasikan materi/ isi, 5) menentukan pengalaman belajar, 6) megorganisasikan pengalaman belajar, 7) menentukan apa dan bagaimana penilaian akan dilakukan. Beberapa hebat pendidikan (seperti: Gideonse, 1969; Popham, 1973) telah banyak memelopori penggunaan pendekatan berorientasi tujuan, sementara hebat lainnya (missal: Atkin, 1968) memandang bahwa spesifikasi tujuan berupa sikap tidak banyak membantu pengembangan atau penilaian kurikulum.
Belum ada Komentar untuk "✔ Discrepancy Evaluation Model"
Posting Komentar